UKT di-Audensi Kembali

UKT Audiensi

Suasana Audiensi Uang Kuliah Tunggal (UKT) di KPLT FT UNY

Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM), Kamis (26/9) lalu mengadakan audiensi Uang Kuliah Tunggal (UKT) di gedung KPLT dekanat teknik lantai 3. Tujuan acara ini untuk menanyakan kejelasan dasar penggolongan UKT menurut pasal 6 permendikbud Nomor 55 tahun 2013. Kegiatan yang terbuka untuk umum ini menghadirkan Mochamad Alip selaku wakil rektor II dan anggota tim perhitungan biaya UKT, serta Tommy Safarsyah sebagai moderator.

 “Karena ada kasus teman saya yang berasal dari keluarga yang sama bahkan pekerjaan orang tuanya pun sama tetapi golongan UKT-nya berbeda, yang satu tinggi sedangkan yang satunya rendah. Dan banyak protes dari maba juga ada yang menanyakan kalau UKT tahun ini naik, sedangkan info dari Kemendikbud bahwa universitas negeri boleh narik uang diluar UKT untuk jalur non reguler atau SM (seleksi mandiri-red), sedangkan ketentuan berapa besar tambahan biaya tidak ada kejelasan,” ungkap Inggge selaku ketua kajian dan strategis BEM KM UNY.

UKT dimaksudkan agar semua golongan masyarakat dapat kuliah di perguruan tinggi. Perlu diketahui golongan 1 senilai 500 ribu, golongan 2 senilai 1 juta untuk kuota 5 persen dari jumlah mahasiswa yang diterima,  dengan golongan tertinggi 4,95 juta, ditambah program bidikmisi. Ada temuan kasus dan pertanyaan tentang penentuan golongan UKT, karena menurut mendikbud penentuan besaran UKT berdasarkan pekerjaan orang tua. Kajian BEM KM menemukan bahwa pendidikan kimia naik 300 ribu jadi 4,3 juta untuk UKT-nya. Kemudian ada perbedaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BO-PTN) 2013 sebesar 32 miliar dengan 2014 yang 27 miliar.

Menurut Mochamad Alip kenaikan akibat nilai inflasi dan penambahan fasilitas pendukung, meski untuk investasi gedung tidak dipungut dari mahasiswa. “Uang kuliah naik disesuaikan dengan inflasi (kenaikan harga-red) secara substansi nilai sama, biaya operasi nol personalia, biaya investasi semua dari pemerintah. Untuk biaya barang dan jasa semisal listrik UNY sebesar 500 juta per bulan. Dan bandwith (lebar data) internet mulanya sebesar 1 milyar karena banyak keluhan dari mahasiswa terkait akses internet lambat, setelah dipelajari yang tersedia dengan yang memakai tidak seimbang maka dinaikkan menjadi 1.5 milyar, ternyata masih ada komplain hingga sekarang dinaikkan menjadi 2 milyar. Untuk air tidak menggunakan PAM,” ujar Mochamad Alip.

Sementara itu, anggaran dari pemerintah dipakai untuk gaji karyawan dan dosen, membangun gedung, serta saluran air. Lalu untuk BO-PTN turun mengingat ada pertambahan biaya operasional. BO-PTN UNY tahun lalu 32 miliar, dengan total mahasiswa 32 ribu, jadi permahasiswa mendapat satu juta perbulan. “Saya mengaku tidak bisa menjawab kalau ditanya kenapa turun, silahakan tanyakan ke kemendikbud yang mengatahuinya,” ujar Mochamad Alip menambahkan.

Operasional terbesar ada di Teknik, rata-ratanya 12 juta per tahun, sedangkan untuk FBS 3 jutaan, dan yang terendah FIS karena praktikumnya sedikit, lalu kekurangan biaya operasional akan dibayar pemerintah. Lalu, dana bidikmisi tidak terserap seluruhnya akibat perguruan tinggi swasta batal mengambil, sehingga perguruan tinggi negeri mencoba mengajukan tambahan jatah mahasiswa bidikmisi.

Rumus penggolongan UKT menggunakan rumus sederhana, 500 ribu sampai 1 juta itu golongan tidak mampu atau miskin dan dilayani mengajukan bidikmisi, tetapi golongan  III ke atas tidak berhak, di amini juga bahwa tahun ini akan coba dievaluasi kembali rumus tersebut.

“Sepenuhnya kepercayaan itu kami berikan kepada mahasiswa karena form terkait penghasilan orang tua kami berikan dan mahasiswa sendiri yang mengisi tidak saya dan juga tidak pak rektor maupun pak dekan yang mengisi, tetapi dengan konsekuensi kalau ada mahasiswa yang berbohong maka akan kami drop out ,“ ujar Mochamad Alip.

Dian dari fakultas ekonomi, berharap UKT bisa turun, dan benar-benar sesuai kondisi per keluarga, serta mudah dalam advokasinya. “Meskipun belum lega karena tidak ada kata-kata dari pak alip akan diturunkannya UKT tetapi saya mendapat banyak informasi tadi, tapi sebenarnya saya berharap UKT saya bisa turun karena saya mendapat 3,5 juta , meskipun sudah sesuai dengan penghasilan orang tua tetapi saya rasa tidak adil karena bayarnya berbeda ada yang mahal ada yang murah tetapi fasilitas yang didapatkan sama,” ujar mahasiswa PTBB yang tidak mau disebut namanya. [Nurus]

3 Responses

  1. percuma saja, mau apa juga rektor gak bakal peduli, adapun peduli cuma segelintir mahasiswa… masa kuliah di universitas negeri sama swasta hampir sama. saya mendapat ukt 4,5jt terlalu mahal buat ayah atau ibu saya yg dimana tanggungan keluarga (saudara) sudah saya kirim, tapi setelah denger dari temen minta keringanan sama rektor atau dekan ntah tetep bagai tidak di gubris…..

    1. Jika upaya ini terus disuarakan, dan dapat mengerakkan mahasiswa UNY, atau di aspirasikan ke DPM KM atau DPM masing-masing Fakultas pasti akan ditindak lanjuti, karena saat ini mahasiswa tak memfungsikan DPM sebagai wadah legislatif.

  2. dulu sudah diduga, ukt sebagai pengganti spp cuma lip service belaka, wong pak ben dari dikti waktu diundang di seminar kapitalisasi perguruan tinggi juga mengamini bahwa perguruan tinggi akan dibawa kearah bisnis kok, butuh kejujuran untuk mengakui ini memang. maba waktu itu juga banyak yang tidak tahu akan sistem ini, mereka seperti masuk ke jebakan betmen, tapi apa daya mahasiswa kala itu juga banyak yang apatis gak perduli, akan nasib adik-adiknya nanti.
    udah jadi kebiasaan kalo menyangkut dirinya baru dia panik dan bergerak, contohnya kaya penghapusan akta 4 kemarin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *