Rabu (5/11), LPMT Fenomena UNY kembali mengadakan acara diskusi umum yang bertemakan Hadiah Istimewa untuk Mahasiswa Baru, “Kurikulum 2014, Pendewasaan atau Percobaan”. Diskusi dilaksanakan di depan Gedung LPTK FT UNY dibersamai pembicara Vivit Nur Arista Putra dari Aktivis Pusaka Pendidikan. Acara diskusi tersebut bertujuan untuk mengajak mahasiswa FT pada khususnya dan mahasiswa UNY secara umumnya untuk lebih jauh mengenal kurikulum 2014 yang sudah ditetapkan.
Pada acara diskusi tersebut pembicara tunggal yakni Sdr. Vivit mengawali penyampaian materinya dengan memberikan landasan mengapa kurikulum 2014 dibuat. Kurikulum 2014 dibuat mengacu dari adanya Permendikbud No.49 tahun 2012 yang merupakan turunan dari UU No.12 tahun 2012. Pada dasarnya inti dari Permendikbud tersebut adalah mengenai standar kompetensi lulusan PTN (Perguruan Tinggi Negeri) yang acuannya sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang sudah ditetapkan pada Perpres No.8 tahun 2012. Selain itu juga mengatur penjaminan mutu pendidikan tinggi diatur serta merta dengan baik agar memperoleh output yang baik pula.
Untuk memperoleh standar berdasarkan KKNI atau kompetensi nasional yang diakui negara dapat melalui jenjang pendidikan dengan adanya bukti ijazah, sedangkan yang kedua yaitu melalui pelatihan kerja atau pengalaman kerja yang ditandai dengan adanya sertifkasi portofolio. Jenjang yang didapat dalam standar KKNI bisa sama namun dapat dipeoleh dari dua cara tersebut. Sebagai contoh dalam standar KKNI seseorang lulusan SD mempunya jenjang 1 (satu) dan seseorang lulusan Sarjana mempunyai jenjang 6 (enam) yang diperoleh melalui pendidikan dengan adanya bukti ijazah. Sama halnya dengan seseorang hanya lulusan SD yang belajar autodidak namun sudah mempunyai pengalaman kerja di bengkel/perusahaan selama 15 tahun maka mempunyai jeanjang 6 (enam) yang diperoleh dari pengalaman kerja engan adanya sertifikat sebagai bukti.
Kemudian, pembicara juga membahas Pasal 17 ayat 3 mengenai masa studi bahwasannya untuk program sarjana mempunyai masa studi 4 (empat) sampai 5 (lima) tahun sedangkan untuk program magister mempunyai masa studi 1,5 sampai 4 tahun. Salah satu nalar dari pemerintah membuat peraturan tersebut yaitu karena input mahasiswa yang masuk pada era sekarang ini lebih besar daripada era sebelumnya. Karena memang inputnya besar maka outputnya juga harus besar pula. Mengapa ? agar pengelolaannya seimbang. Apabila terlalu banyak mahasiswa maka pengelolaannya akan kurang maksimal.
“Pemerintah seyogyanya mempunyai pasal speliasisasi atau pengecualian bagi mahasiswa yang mengambil program studi yang perkuliahannya banyak praktik sehingga menjadikan masa studi 5 (lima) tahun tidak tercapai”, ujar Vivit selaku pembicara. Menurut pembicara sebenarnya masa studi maksimal 5 (lima) tahun bagi jenjang Sarjana dengan target menempuh 144 SKS juga sudah cukup ideal. Namun mahasiswa harus mempunyai manajemen waktu yang baik untuk mengatur waktu antara kuliah, organisasi maupun sosial. Di akhir acara pembicara juga menyampaikan tips sebaiknya dari awal sudah dilatih kebiasaan menulis baik artikel maupun yang lain agar ketika proses pengerjaan skripsi bisa berjalan lebih cepat karena memang sudah terbiasa menulis. [Yazid]