Peraturan akademik UNY merupakan pedoman dalam pelaksanaan perkuliahan dan wajib hukumnya untuk setiap mahasiswa, dosen, maupun karyawan UNY mengetahuinya termasuk untuk hal mutasi mahasiswa. Di dalam Peraturan akademik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun 2011, mutasi mahasiswa disebutkan pada bab IX dengan 2 pasal yakni 26 dan 27. Pasal 26 menjelaskan mengenai Mahasiswa yang gagal dalam menyelesaikan jenjang S1 dapat dialihkan ke jenjang D3 pada jurusan yang sama yang menyelenggarakan program studi D3, sedangkan pasal 27 menjelaskan mengenai alih program studi mahasiswa dengan beberapa syarat dan prosedur yang telah dijelaskan dalam peraturan ini.
Rustam Asnawi, P.hD selaku ketua program studi (kaprodi) teknik elektro D3 sempat mengalami kebingungan ketika dimintai keterangan mengenai mutasi mahasiswa. Menurut Rustam mutasi mahasiswa seperti program kelanjutan studi (PKS), dari D3 ke S1. “Ya, PKS. Tapi ada juga yang model mutasinya itu cuma pindah jurusan saja, jadi semisalnya teknik elektro pindah ke teknik informatika atau ke lain fakultas, itu kalau lebih dari 1 atau 2 tahun biasanya harus ikut ujian lagi”, ujar Rustam. Hal sama juga diungkap Dr. Sentot Wijanarko selaku kaprodi Pendidikan Teknik Mesin, “Saya belum mengetahui mengenai peraturan mutasi mahasiswa ini, kalau anda (reporter fenomena-red) bawa saya mau lihat,”ujarnya.
Wakil Rektor 1 bidang akademik, Drs. Wardan Suyanto, M.A.,Ed.D menjelaskan tahun 2014 ada peraturan akademik terbaru, dan mutasi mahasiswa hanya alih jurusan saja, tidak ada lagi alih jenjang atau turun jenjang seperti pada peraturan akademik tahun 2011. Didik Purwantoro, S.T., M.Eng selaku kaprodi D3 Teknik Sipil menjelaskan mutasi mahasiswa dengan aturan akademik 2011 hanya diperuntukkan untuk angkatan 2011, 2012, dan 2013, di aturan yang baru tidak diperbolehkan. “Ya, berpindah jurusan/fakultas. Dulunya ada, dengan tes. Yang pertama digunakan untuk mahasiswa tugas belajar, bukan yang reguler. Kalau reguler tapi tugas belajar dari kerja sama pemerintah (Program Kerjasama Mahasiswa dari luar Jawa-red). Seperti yang ada di peraturan lama. Hanya diperuntukan untuk angkatan 2011, 2012, 2013. Di aturan yang baru sudah tidak diperbolehkan,” ungkap Didik.
Sentot Wijanarko menjelaskan beberapa syarat yang dipertimbangkan dalam mutasi ialah passing grade prodi yang dituju setara atau lebih rendah dengan prodi asal, kemudian kuota dan skor ujian juga menjadi bahan pertimbangan. Kalau permohonan mutasi dapat dikonsultasikan dengan pembimbing akademik, ketua prodi dan, wakil dekan 1. Rustam menambahkan untuk passing grade atau skor masuk program studi dapat dilihat pada bagian biro informasi. “Jadi di sana (biro informasi-red) yang mengolah, mereka mempunyai data passing grade seluruh program studi yang ada di UNY. Kalau di tingkat prodi sendiri sama sekali tidak mengetahui informasi seperti itu, jika saya sendiri yang tidak mencari tahu,” ungkap Rustam. Menurut Didik, mengacu pada peraturan akademik yang baru kebijakannya (mutasi-red) langsung ditingkat WR 1, tidak di jurusan. Jurusan hanya ditembusi, kajur diminta untuk mengevaluasi hasil program kerjasama misalnya apakah studi dari pemerintah daerah itu lanjut atau harus dipindahkan. Mekanisme dan tata cara ada di tangan WR 1 dan jurusan hanya pelaksana.
Kurangnya sosialisasi membuat mahasiswa tidak begitu mengetahui tentang adanya mutasi mahasiswa ini. Edwin Widianto mahasiswa Pendidikan Teknik Otomotif S1 angkatan 2014 mengatakan tidak tahu menahu akan adanya mutasi mahasiswa. Hal sama juga dirasakan Widi Pradana mahasiswa Pendidikan Teknik Elektronika S1 angkatan 2014 yang tidak tahu menahu kalau ada mutasi mahasiswa ini. “Tidak tahu mbak, dulu waktu ospek sepertinya tidak disosialisasikan, mungkin disosialisasikan tetapi saya kurang mendengarkan dan mungkin tidak memperhatikan,” ujar Widi. Sosialisasi yang dilaksanakan di ospek juga kurang efektif karena volume orang yang terlalu banyak sehingga menyebabkan fokus mahasiswa berkurang, tambah Edwin. Pengetahuan mahasiswa baru akan peraturan akademik di UNY sangatlah minim, selain sosialisasi yang tidak efektif, juga belum diterimanya buku peraturan akademik UNY.
Pandu Permana mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Mesin angkatan 2011 yang melakukan mutasi alih jurusan ke Pendidikan Teknik Boga memaparkan proses mutasi alih jurusan yang dilakukan, yakni meminta ijin kepada kaprodi Boga, jika diperbolehkan kemudian meminta ijin kepada pembimbing akademik, dekan, dan kajur prodi sebelumnya. Dalam pengurusan administrasi Pandu harus menunggu 2-3 minggu jawaban persetujuan dari rektor. Setelah itu mengurus pergantian NIM dengan registrasi ulang di rektorat. Pandu menambahkan jika dirinya tidak perlu mengulang mata kuliah umum karena sudah diakui, tetapi untuk mata kuliah keteknikan harus mengulang karena tidak diakui. Alasan pandu melakukan mutasi ialah berwirausaha dalam bidang boga.
Mengenai pasal 26 butir c disebutkan bahwa mahasiswa dapat mengurus alih jenjang paling lambat satu tahun setelah dinyatakan gagal menyelesaikan jenjang S1, Rustam memberikan keterangan ada beberapa parameter yang digunakan dalam menyatakan bahwa mahasiswa dinyatakan gagal menyelesaikan S1. Pertama yaitu masa studi, jika sudah 7 tahun maka mahasiswa S1 berhak mengurus alih jenjang dengan persyaratan yang ada. Kedua, skripsinya mentok. Tetapi terkadang dari jurusan memberikan bimbingan khusus supaya tetap menyelesaikan skripsinya tanpa harus turun jenjang. Didik mengatakan mahasiswa S1 dinyatakan gagal apabila melewati batas waktu 7 tahun.
Rustam memberikan keterangan bahwa selama menjabat kaprodi belum pernah menemukan kasus mahasiswa yang turun jenjang. “Nah, selama ini kan saya kaprodi D3 ya, saya belum pernah menangani yang turun jenjang dari S1 kemudian lulus dari D3 itu belum pernah, tapi kalau D3 ke S1 itu banyak,” tutur Rustam Asnawi. Berbeda dengan Jurusan Mesin, Sentot menjelaskan bahwa pernah terjadi mutasi turun jenjang untuk mahasiswa mesin jenjang S1. Mahasiswa tersebut bekerja sehingga masa studi S1nya habis dan jurusan memberikan keputusan untuk menurunkan jenjang ke D3 supaya dapat memperoleh gelar perkuliahan. Sama dengan Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Sipil pernah melakukan mutasi ke Fakultas Ilmu Keolahragaan. “Kalo alih jenjang memang dulu di tingkat fakultas. Kalau mutasi itu tingkat universitas, karena bisa jadi antar fakultas. Kita hanya ditembusi misalnya mahasiswa yang akan pindah. Dulu di sipil ada, dari sipil ke FIK,” ujar Didik. Dalam memberikan pelayanan jurusan hanya menyediakan fasilitas administratif saja, seperti capaian kuliah, dan proses selanjutnya ada di tangan pusat, tambahnya.
Rustam menjelaskan kalau D3 di Elektro merupakan sub set nya S1 Elektro, jadi semua kurikulum D3 dicover di S1, sehingga kalau S1 gagal mau turun ke D3 sudah tinggal meneruskan saja dan nanti ada bantuan-bantuan dari jurusan. Berbeda dengan Elektro, di Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan yang tidak dapat turun jenjang karena tidak menganut double ijazah. “Itu di kurikulum lama. Dan tidak di Sipil, karena tidak menganut double ijasah. Kalau di elektro, mesin dulu memang ada, sudah 110 sks mereka mengerjakan TA seperti D3 kemudian mereka dapat ijasah D3 dan bisa melanjutkan S1,”tutur Didik.
Menurut Rustam Asnawi, minat bakat mahasiswa merupakan salah satu faktor dominan yang menyebabkan mahasiswa melakukan mutasi, selain itu ada faktor orang tua yang mempengaruhi anak. Amanu Najib mahasiswa Pendidikan Teknik Mekatronika sependapat dengan Rustam, menurutnya alasan kuat mahasiswa melakukan mutasi ialah minat bakat yang tidak sesuai, dapat juga pengaruh faktor lingkungan perkuliahan.
[Agung, Ika, Ike, Intan, Nanang, Santi]