KPU dan Banwaslu Wajib Netral dan Independen

     Universitas Negeri Yogyakarta sedang menyelenggarakan pemilihan mahasiswa (pemilwa) untuk memilih calon ketua dan calon wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa (HIMA), serta anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) tak terkecuali di Fakultas Teknik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) merupakan lembaga penyelenggara dan pengawas pemilihan umum (pemilu) yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan keputusan yang mutlak terkait dengan jalannya pemilu.

    Anggota KPU dan Banwaslu haruslah mengerti dan memahami bahwa lembaga KPU dan Banwaslu adalah lembaga independen, yakni lembaga yang tidak mengusung kepentingan dari golongan tertentu dan tidak terikat oleh golongan tertentu. KPU dan Banwaslu FT UNY digawangi oleh mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 yang masih minim pengalaman terhadap penyelenggaraan pemilwa, terlebih angkatan 2014 yang tidak tahu sama sekali mengenai jalannya pemilwa. Perlu adanya tameng diri kepada setiap anggota (KPU dan Banwaslu-red) ketika ada pihak yang ingin mengintervensi bahkan menyetir KPU atau Banwaslu. Anggota harus sadar bahwa dirinya harus bersikap netral dan menjaga independensi lembaganya.

     KPU dan Banwaslu mempunyai undang-undang dan tata tertib sebagai pedoman dalam melakukan segala tindakan. Belajar untuk memahami peraturan adalah kewajiban semua anggota KPU dan Banwaslu supaya dalam mengambil keputusan sesuai dengan dasar yang ada, tidak asal memutuskan sesuai dengan kehendak sendiri atau titipan dari golongan tertentu. Memang tugas yang berat dan penuh resiko bagi setiap anggota KPU dan Banwaslu ketika mengeluarkan keputusan, tetapi yang perlu diingat segala keputusan yang dikeluarkan oleh KPU dan Banwaslu harusnya mempunyai dasar yang kuat, serta dalam pemikiran untuk mengambil keputusan tidak boleh dibebani atau dalam keadaan tertekan oleh ucapan pihak lain sehingga setiap keputusan yang dihasilkan tidak merugikan semua pihak.

     Sebagai mahasiswa tentu saja ini adalah miniatur dari demokrasi yang ada di dunia. Sebagai pihak penyelenggara dan pengawas pemilwa harusnya dapat memanfaatkan intelektual yang dimiliki dalam mengambil keputusan. Pada dasarnya sebelum mengambil keputusan terhadap sesuatu hal ada beberapa tahap, dari memahami persoalan, seperti mengidenfitikasi persoalan dan  mencari bahan pendukung persoalan, kemudian memetakan persoalan, seperti menganalisa, membuat berbagai kemungkinan dengan menggunakan dasar yang telah diperoleh, dan yang terakhir ialah memutuskan solusi dari persoalan, tentu dengan menggunakan pertimbangan yang matang. Sehingga dalam mengambil sebuah keputusan dapat diterima dengan akal sehat dan dasar yang kuat. Sebagai pihak pemilih atau mahasiswa biasa tentu mempunyai tugas, minimal mengetahui tentang adanya pemilwa ini, dan jika dapat dilakukan turut mengawasi dan melaporkan jika ada kecurangan serta mengkritisi pelaksanaan pemilwa.

     Mahasiswa tentunya sudah dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar, bukan mencari titik kelemahan peraturan untuk membenarkan kesalahan. Sangatlah biadab bagi mereka mahasiswa, atau golongan-golongan mahasiswa yang ingin mengacaukan jalannya pemilwa dengan mengintervensi KPU atau Banwaslu, tidak taat kepada peraturan, menghalalkan segala cara untuk memperbutkan jabatan ketua, dan anggota KPU atau Banwaslu yang tidak dapat menjaga netralitas dan independensinya.

     Tujuan pemilwa disini adalah belajar berdemokrasi, jika dalam belajar sudah mengambil cara-cara yang salah maka sudah jelas outcome pun juga akan salah, tujuan tidak akan tercapai. Maka keberadaan KPU dan Banwaslu yang tidak memihak, independen, dan profesional, sangat menentukan jalannya proses pemilwa yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari golongan yang akan berkuasa maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilwa yang demokratis juga tidak terpenuhi.

Nanang Yuniantoro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *