Jumawa dengan Fakultas Sendiri

Dalam satu kesempatan forum yang saya hadiri, saya mendapatkan suatu ceramah yang menarik untuk diperbincangkan, dan sebelum ditulis dalam tulisan ini saya hanya menyimpannya dan menjadi pembahasan dalam pikiran saya.

Malam itu yang menjadi pokok pembahasan sebenarnya adalah.. ya saya juga tidak tahu. Tiba-tiba satu orang mengambil alih pokok pembicaraan dan forum menjadi forum sharing yang memuakkan untuk saya sendiri.

Pada sesi tersebut, pembicara menekankan kebanggan kita—zihhhh—sebagai mahasiswa fakultas teknik. Jelas, fakultas yang punya prestise tersendiri dibandingkan enam fakultas lain di universitas. Apalah arti satu universitas tanpa sebuah fakultas teknik? Ya, seperti sayur tanpa garam, heuheuheu.

Gambar: dok. pribadi

Pembicara selanjutnya berkeyakinan bahwa seharusnya kita mencintai fakultas terlebih dulu sebelum mencintai universitas. Ketika pembicara menjelaskan hal tersebut, saya hanya manggut-manggut tak tahu karena di otak saya ini sedang berkecamuk dua pilihan: tetap pada forum atau izin meninggalkan forum dengan membawa tahu bakso dan sebuah cabe rawit yang sangat menggoda.

Selanjutnya lebih memuakkan: pembicara membandingkan panitia PKKMB (OSPEK) fakultas teknik yang jago dalam bidang teori dan praktik dan keduanya sangat berkesinambungan, dengan panitia dari fakultas lain. Perbandingan ini tentunya disertai oleh sebuah cerita sebagai bahan bukti yang otentik—menurut penuturnya—yang membuat pilihan-pilihan dalam otak saya berubah, ingin keluar dari forum atau tidur saja. Karena tahu bakso sudah habis dan cerita belum kunjung usai.

Ceritanya soal hal-hal teknis di lapangan. Mereka menuding panitia PKKMB dari universitas kurang tepat dalam beberapa hal. Karena panitia PKKMB dari fakultas teknik yang mempunyai kemampuan teori dan praktik, mereka punya pandangan yang lain yang membuat teknis acara bisa menjadi lebih mudah. Singkat cerita, akhirnya panitia PKKMB lain mempersilahkan usulan dari panitia PKKMB-yang-mempunyai-kemampuan-teori-dan-praktik untuk dipakai. Dan acara lancar.

Untuk mendukung tesis bahwa panitia PKKMB fakultas teknik adalah panitia PKKMB-yang-mempunyai-kemampuan-teori-dan-praktik, pembicara mempersilahkan seseorang laki-laki disebelahnya yang pernah aktif di suatu Badan Eksekutif di tingkat universitas untuk menjelaskan. Pembicara berpendapat, panitia PKKMB fakultas teknik selalu mendapat sorotan tersendiri dari panitia PKKMB fakultas yang lain. Tentang lebih hebat atau aneh, yo mbuh, nilai saja sendiri.

Pendapat itu di-iyakan oleh seorang laki-laki di sebelah pembicara tadi.

Forum itu akhirnya selesai karena minim sorotan dari pesertanya. Soal tahu bakso yang kurang atau memang gak dong soal apa yang dibicarakan, ya saya mana tahu.

Pada akhir forum saya menyadari, bahwa ada orang yang betul-betul bangga kuliah di teknik, sehingga harus mencintai fakultasnya sebelum universitasnya. Tapi kalau soal disuruh memilih harus mencintai yang mana dulu, mana bisa lelaki biasa seperti saya harus memilih Dian Sastrowardoyo atau Chelsea Islan terlebih dahulu?

Sejak saya maba, saya sangat menyadari posisi saya sebagai mahasiswa fakultas teknik, Jawara katanya. Saya pikir Jawara itu ya Juara, ternyata di satu yel-yel itu cuma akronim dari Rajawali Utara. Sesederhana itu fakultas saya.

Setiap masuk GOR, ingatan ketika OSPEK selalu saya kenang. Kami para mahasiswa baru dari teknik selalu paling keras meneriakkan yel-yelnya. Ya mungkin cuma beda tipis sama FIK yang kesemua mahasiswa barunya menjelma menjadi YSU Curva Sud, atau dengan FBS dengan mainannya yang berisik.

Oh iya, yang terakhir kami beri kesempatan karena mayoritas dari mereka perempuan.
Tenanan po mas? Yo ora….

Sepanjang dua hari: pembukaan OSPEK dan display UKM, kesemuanya berlomba-lomba menjadi yang paling berisik, paling keren, paling wah. Seakan-akan mahasiswa baru dipolarisasi oleh panitia fakultas masing-masing, agar merasa jumawa dan merasa lebih dari fakultas lain. Dengan apa? Ya dengan yel-yel, seruan-seruan, dan ajaran seperti yang sudah diceritakan pembicara tadi.

Egosentris setiap fakultas membuat setiap gelaran PKKMB di tingkat universitas selalu diwarnai dengan berisiknya yel-yel dari setiap fakultas yang isinya biasa-biasa saja. Mereka datang ke GOR seperti hanya untuk ‘perang yel-yel’ dengan YSU Curva Sud atau Technica Famiglia. Lebih besar lagi dampaknya, mereka masing-masing jumawa dan mencap fakultasnya sebagai fakultas terbaik.

Banyak orang berpendapat bahwa ini merupakan persoalan yel-yel. Maka dibuatlah yel-yel khusus selama gelaran PKKMB di tingkat universitas. Kalian bisa nilai sendiri solusinya.
Dengan ini, maka mahasiswa baru akan dicengkoki oleh banyaknya yel-yel yang pasti wajib—kata wajib bagi mahasiswa baru dibumbui sedikit pembodohan—mereka hafalkan, dan jangan lupa segala penugasan. Untuk apa penugasan tersebut? Ya untuk yel-yel tadi. Biar berisik. Biar keren.

Hanya sedikit ada pendidikan dari proses menuju PKKMB ini, selain perang yel-yel dan penugasannya. Pada zaman saya maba, ada diskusi dan debat antar anggota kelompok. Ini bagus, tapi porsinya kurang dan tidak semua mahasiswa mengerti. Apalagi belum acara diskusi selesai, kelompok sebelah sudah latihan yel-yel lagi. Hadeuh.

Alangkah baiknya mahasiswa baru diberi pendidikan yang seharusnya mereka ketahui, bahwa mereka adalah mahasiswa perguruan tinggi negeri yang disubsidi negara. Uang subsidi itu berasal dari kantong-kantong warga negara yang jumlahnya hampir tiga ratus juta ini. Untuk itu, berilah pemahaman bahwa mereka adalah orang-orang yang dipundaknya diamanahkan tanggung jawab untuk membuat negara lebih baik lagi nantinya.

Misalnya merasakan atau setidaknya diberi gambaran bagaimana rasanya menjadi warga negara yang tertindas, seperti apa yang terjadi di Kulonprogo, Rembang, atau Banyuwangi. Mereka setidaknya tahu dan mengerti bahwa ilmu yang didapatkan nanti di kampus tidak dipergunakan untuk menindas. Dan hal ini tidak cukup dengan menyanyikan lagu Darah Juang saja.

Bagus lagi kalau panitia PKKMB bisa memberikan pemahaman bahwa mereka, mahasiswa baru, telah memasuki dunia akademik yang berbeda dari dunianya di sekolah menengah. Bahwa di sini mereka bisa melakukan hal sebebas-bebasnya dalam rangka pencarian ilmu dan memenuhi hasrat intelektual. Bukan hanya tuturut munding apa kata dosen, kakak tingkatnya, teman seangkatannya dan siapapun. Mereka seharusnya bisa menjadi manusia bebas, yang kritis terhadap setiap perubahan yang dilihatnya, tidak menjadi apatis dan manutan.

Semua itu bisa dilaksanakan dengan menghilangkan ego yang besar dari tiap fakultas. Tidak membandingkan dengan fakultas lainnya, juga tidak merasa jumawa bahwa fakultasnya adalah fakultas paling yang keren sendiri.

 

1 Response

  1. Saya beberapa kali membaca tulisan di wartafeno.com dan sedikit banyak setuju mengenai tulisan-tulisan yang lumayan seru untuk dibaca, baik topik maupun bahasa. Khusus mengenai tulisan ini dan beberapa tulisan sebelumnya, kali boleh saya request untuk mempost tentang “ideologi mahasiswa” dari sudut pandang Fenomena yang dimana kalo saya lihat semakin kesini mahasiswa semakin tidak ideologis. Terima kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *