Karya seni berupa lukisan memiliki eksitensi yang berbeda dari karya seni lainya. Lukisan tidak hanya dinilai daribentuk dan keindahan gambar saja, melainkan arti dan siapa yang melukis punjuga turut untuk di pertimbangkan.
Beberapa tahun belakangan ini lukisan-lukisan karya mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Rupa UNY dipandang sebelah mata. Dengan label universitas pendidikan, lukisan mahasiswa UNY tidak terlalu mentereng jika dibandingkan dengan universitas-universitas lainnya terutamauniversitas yang memiliki basic yangmendalam soal kesenian.
Menurut Muhammad Aditya Dwi Putra yangakrab disapa Adit, seniman itu adalah orang yang berkarya tanpa tau usaha kita oleh orang lain. publik tidak perlu tahu usaha seorang seniman dalam melahirkanmahakaryanya seperti apa.
Adit sendiri bercerita lukisannya sempat ditawar beberapa kali, dan pernah mau dihargai sepuluh juta. Menurut Adit sendiri untuk melahirkan suatu mahakarya tak perlu melibatkan alkohol maupun obat-obatan terlarang dalam prosesnya. Melukis membutuhkan konsentrasi yang tinggi dalam penggarapannya.
“Itu cuma doktrin dari pengaruh zaman dulu. John Lennon, Michael Angelow mereka semua itu maestro pemakai. Itu cuma bisa mejem, otak ku hanya warna-warni. Lebih baik gak ngobat karena melukis membutuhkan konsentrasi. karena saat kita tidak sadar, kita gak akan puas terus. Lukis bagus di blok, lukis di blok tidak akan ada habisnya,” ujarnya
Berangkat dengan latar belakang tersebut Adit dan teman-temannya berkeinginan tinggi untuk mengubah stigma yang beredar di masyarakat terkhusus pada bidang seni lukis tersebut. untuk mengawali hal itu Adit dan kawan-kawan membentuk perkumpulan dengan keresahan yang sama dengan menggunakan nama Aligator. Aligator mempunyai satu tujuan untuk menumpas stigma bahwa “anak UNY tidak dapat ber-seni” sebagai identitas dasar gerak kelompok mereka. Dimulai pada tahun 2016 Aligator mulai gencar untuk berkontribusi pada kegiatan seni dengan mengikuti pameran-pameran diluar UNY.
Terkait masalah pendanaan, Aligator sangat indenpenden di dalamnya. Kampus sama sekali tidak memberikan dampak positif untuk sektor ini. Aligator benar-benar tidak mendapatkan dukungan dalam bentuk dana untuk seluruh kegiatannya. Hal ini dikarenakan Aligator bukanlah organisasi yang resmi ada di kampus.
“Kami patungan untuk dekorasi dari ruangan ini. Mulai dari penyewaan, keamanaan, konsumsi dan lainnya kami dapatkan dari usaha sendiri, mulai dekor kafe dan dana-dana usaha lainnya,” ujar Adit saat ditemui di Ruang Galeri Lama Jurusan Seni Rupa FBS. Meskipun begitu, hal itu tidak mematahkan semangat adit dan kawan-kawan untuk terus melawan stigma yang beredar.
Pameran pertama di laksanakan di Jogja National Museum (JNM) dalam acara Art Jog. Pada tahun ini Aligator mendapatkan dua anggota perempuan tambahan untuk mengurus administrasi dan komsumsi. Pada tahun ini Aligator mendapatkan apresiasi dari kampus luar dan mulai disegani oleh seniman-seniman dari universitas lain. Masuk pada tahun 2017, Aligator kembali mengembangkan sayapnya dengan mengisi di agenda-agenda kesenian sebagai pemateri dan melangsungkan pameran di JNM kembali.
Sempat vakum selama 8 tahun, Aligator kembali membuka ‘gerbang’ membuat pameran dengan mengusung tema Balik Kandang yang diselenggarakan pada tanggal 14 hingga 21 Desember 2018 di Galeri Lama Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS). Tidak hanya pameran, diskusi bincang kreatif pun digelar untuk memberikan pemahaman terkait seni kepada warga UNY dengan harapan tidak memandang seni sebelah mata walaupun seni minoritas di tanah pendidikan. Tamu yang datang berkunjung pun bukan hanya dari mahasiswa UNY saja, melainkan juga dari mahasiswa kampus lain juga masyarakat luar. Dengan demikian menandakan bahwa karya lukisan dari mahasiswa Seni Rupa UNY tidak lagi dipandang sebelah mata.
Sekarang terbukti kita bisa melihat hasil lukisan anggota Aligator di acara Balik Kandang yang setara dengan seniman kampus lainnya. Bagi yang berminat untuk menawar dan membawa pulang lukisannya pun juga bisa ditawar selama pameran berlangsung. Dengan lahirnya Aligator dan wadah-wadah seni yang disediakannya, Adit berharap UNY saling berjejaring dan menguatkan antar fakultas, tidak lagi adanya pengkotakan antar fakultas dalam bidang seni.
“Lebih saling meningkatkan komunikasi antar fakultas dan jurusan lah, seorang seniman untuk mengenalkan karyanya membutuhkan relasi danseniman butuh relasi tersebut,” tutupnya.