Imlek dan Sejarah Suram Tionghoa di Indonesia

Oleh: Muhammad Iqbal R.

Mendengar kata Imlek, tentu identik dengan warna merah, angpau, kue keranjang atau apapun yang menggambarkan perayaan tahun baru Cina ini. Perayaan yang dimulai pada tanggal 1 bulan pertama dalam kalender Tionghoa sampai tanggal 15 tepat pada bulan purnama yang dilambangkan dengan ‘Cap Go Meh’. Bahkan di Indonesia, adat dan budaya perayaan tahun baru Imlek cukup beraneka ragam dengan dasar utama yang sama.

Banyak filosofi maupun mitologi dari sejarah Imlek yang menarik untuk dibahas. Salah satunya adalah warna merah yang sudah menjadi warna wajib masyarakat Tionghoa saat Imlek. Hal ini dipercaya berdasarkan mitologi yang berkembang di masyarakat Tionghoa. sebab dulu tahun baru Imlek dirayakan ketika mereka berhasil mengalahkan makhluk yang bernama Nian (dalam bahasa Cina berarti tahun).

Makhluk ini muncul setiap awal tahun baru Cina untuk memangsa anak-anak para penduduk Cina dan hewan ternaknya. Hingga muncul ide dari masyarakat untuk menyerahkan makanan dan sajian di depan pintu rumah mereka. Dan disebutkan makhluk itu hanya memakan makanan yang sudah disajikan sehingga tidak lagi memangsa penduduk dan hewan ternaknya.

Baca Juga : Menristekdikti Resmikan Gedung IsDB UNY

Hingga suatu ketika, seorang penduduk tidak sengaja melihat Nian berlari ketika bertemu dengan anak yang mengenakan pakaian berwarna merah. Maka sejak saat itu penduduk mengetahui kekurangan makhluk itu, yakni takut akan apapun yang berwarna merah. Dan hingga sekarang, dibuktikannya kepercayaan itu dengan lampion, tirai, bahkan hiasan pintu yang berwarna merah.

Tidak hanya mitologinya saja yang menarik. Imlek juga menyimpan berbagai macam latar belakang sejarah.  Sebelum masa Dinasti Qin, tanggal perayaan awal tahun tidak terlalu jelas. Karena di masa Dinasti Xia, awal tahun dimulai pada bulan 1, bulan 12 pada masa Dinasti Shang, bahkan bulan 11 di masa Dinasti Zhou. Sampai pada tahun 104 SM, barulah ditetapkannya bulan 1 sebagai awal tahun oleh Kaisar Wu yang memerintah sejak masa Dinasti Han dan berlaku hingga sekarang.

Bukan Cina saja, Indonesia juga menyimpan sejarah tenggelam timbulnya perayaan Imlek. Kemeriahan Imlek saat ini tidak lepas dari campur tangan Presiden Indonesia terdahulu. Jika sekarang Imlek dapat dinikmati khalayak umum,  jauh sebelumnya Imlek hanya dirayakan di rumah keluarga Tionghoa. ini terjadi selama 3 dasawarsa lebih, sejak tahun 1967 dimasa kepemimpinan Presiden Soeharto.

Orang Tionghoa, Kristoforus Sindhunata, adalah yang pertama kali mengusulkan larangan untuk adat dan budaya Tionghoa termasuk merayakan tahun baru Imlek. Presiden Soeharto merasa usulan ini tidak wajar sehingga tetap mengizinkan untuk diselenggarakan dengan catatan hanya di rumah keluarga Tionghoa dan dilakukan secara tertutup.

Hal ini diperjelas dengan keluarnya Intruksi Presiden No 14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa. Adanya Inpres tersebut secara langsung membuat semua perayaan adat etnis Tionghoa tidak dilakukan secara terbuka. Bahkan pertunjukan Barongsai dan Liong juga dilarang untuk dipertunjukkan sehingga anak bangsa pada saat itu minim pengetahuan terhadap budaya Tionghoa.

Baca Juga : Senjakala Teknopost, dari Media Klimis ke Media Kinyis-kinyis

Ditahun yang sama juga dikeluarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 dan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No 286/KP/XII/1978 yang isinya menganjurkan WNI keturunan Tionghoa yang masih menggunakan tiga nama untuk menggantinya dengan nama Indonesia. Alasan dibalik keluarnya Inpres maupun Surat Edaran ini ialah sebagai upaya asimilasi. Yang bertujuan mengeliminasi secara sistematis dan bertahap atas identitas diri orang-orang Tionghoa terhadap kebudayaan Tionghoa, termasuk kepercayaan, agama, dan adat istiadat.

Perihal tersebut didasari sebab pemerintahan Soeharto mempunyai anggapan bahwa keturunan Tionghoa, kebiasaan, kebudayaannya, yang didalamnya juga termasuk agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa, akan membuat jarak antara warga asli pribumi dan warga keturunan Tionghoa di Indonesia. Karena hal itu diasumsikan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu kenyamanan hidup bersama.

Entah apa dasar diusulkan larangan dan dikeluarkannya Inpres tersebut. Yang mana bertolak belakang dengan apa yang terjadi di masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Saat itu pemerintah mengeluarkan ketetapan tentang hari raya umat beragama No.2/OEM-1946 dimana yang terdapat pada pasal 4 ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Konghucu (tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng dan hari lahirnya Konghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek).

31 tahun berlalu, ‘pucuk dicinta ulam pun tiba’. Akhirnya di masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid-entah mengapa saya lebih suka menyapa beliau Gus Dur- Inpres No 14/1967 dicabut dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 6/2000 pada tanggal 17 Januari 2000. Sehingga sejak saat itu kemeriahan perayaan Imlek kembali dipermukaan. Bahkan setahun kemudian Gus Dur mengeluarkan Keppres Nomor 19/2001, sehingga diresmikannya Imlek sebagai hari libur fakultatif(hari libur bagi yang merayakan).

Di tahun selanjutnya, Imlek resmi menjadi hari libur nasional.  Oleh Presiden Megawati Soekarnoputri disampaikan ketetapan tersebut di Peringatan Nasional Tahun Baru Imlek 2553 pada 17 Februari 2002. Kemudian di tahun 2003 mulai diberlakukannya penetapan Imlek sebagai hari libur nasional. Dan untuk yang berbahagia dengan adanya tanggal merah patutnya kita berterimakasih dengan cara bersikap toleran terhadap umat beragama. Karena berkat keberagaman agama dan kepercayaan di Indonesia, hari libur kita menjadi lebih banyak.

Tapi bagaimanapun apresiasi untuk warga keturunan Tionghoa layak diberikan, karena semua yang tersebut di atas, diterima dan dijalankan oleh warga keturunan Tionghoa. Hingga saat ini banyak keturunan Tionghoa yang menikah dengan pribumi dan tidak lagi menggunakan nama khas etnis Tionghoa. Memang, untuk mencapai kebebasan kita mesti tahu rasanya dikurung. Dan percayalah, menjadi minoritas didalam mayoritas secara otomatis menciptakan berbagai tantangan dari berbagai sisi terutama sisi emosional.

Selamat imlek 2019 dan tahun baru Cina 2570. Gong Xi Fat Cai!

Baca Juga : Kita Butuh Gus Dur Sekarang

0 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *