Mogoknya Motor Penggerak itu Bernama Organisasi

Oleh: Teguh Iman Perdana

“Dengan dalih meningkatkan kompetensi diri, hardskill terus digenjot sampai titik nadir, masalah organisasi dan menjadi kritis terhadap setiap problematika permasalahan hanya menjadi nomor kesekian dalam skala prioritas, namun mereka lupa bahwa semua prestasi yang ditoreh tidak akan ditanya oleh masyarakat, yang terpenting adalah bagaimana menjadi insan cendekia(?) yang bisa berguna saat turun ke masyarakat kelak.”

Salam Mahasiswa !

Mahasiswa adalah agen perubahan, kritis dan berani di kritisi(?). Bisa melihat suatu fenomena dari beragam sudut pandang, menyikapi dan membenarkan dari analisis yang matang. Beragam wadah disiapkan oleh kampus, tujuanya tentu agar mahasiswa bisa mengembangkan dan menyalurkan minat serta bakatnya. Bahkan, setiap masa pengenalan kampus orasi-orasi mahasiswa senior selalu berkutat pada masalah apatisme yang menjadi momok besar bagi para mahasiswa.

Dalam salah satu peran mahasiswa, tertulis bahwa, mahasiswa adalah agent of change , yang disimpulkan secara singkat sebagai pembawa suatu perubahan dengan catatan tidak merubah nilai-nilai kearifan lokal yang telah ada. Mahasiswa juga adalah  pengharapan rakyat dikala mereka disewenang-wenangi oleh para pejabat dan pemerintahan yang tidak adil, maka disitulah mahasiswa harus menunjukan jati dirnya dan berada di garda depan untuk melawan pemerintahan yang sewenang-wenang.

Tragedi 98 ketika ribuan mahasiswa berhasil memaksa seorang Jendral Soeharto turun dari tampuk kekuasaanya yang selama 32 tahun tidak ada yang berani menggesernya dan  menggoyahkan kekuasaanya sedikitpun, namun jika kita bersatu dengan tujuan yang sama, tidak ada hal yang tidak mungkin, the smileing Jendral pun terlempar dari kekuasaanya yang selama ini ia jaga sebaik mungkin dengan berbagai intrik, dan dari hal tersebuut bisa kita jadikan sebuah contoh yang konkrit, dimana organisasi berperan  besar didalamnya.

Harapan serta ekpektasi masyarakat yang besar sekarang ini pada mahasiswa terus bertambah seiring makin majunya zaman, namun apakah  mahasiswanya sendiri mampu dan siap jika diberi tongkat estafet tersebut? Jika berorganisasi saja masih ogah-ogahan, beratlah  rasanya label insan cendekia(?)  dan pembawa perubahan disandang.

Baca Juga: Editor Balairung Memenuhi Panggilan Polda DIY

Banyak faktor yang membuat mahasiswa sekarang lebih memilih tidak berorganisasi, memilih apatis dan diam seribu bahasa dengan segala problematika yang berjalan, salah satunya adalah banyaknya tugas dan target yang ditetapkan pada mahasiswa, baginya, tugas lebih dari cukup untuk memenuhi semua waktunya. Target lulus cepat waktu, menjadi alasan lain bagi mahasiswa untuk tidak ikut berorganisasi ”halah koe yo pengen lulus cepat waktu toh, rasah sok nulis koyo ngene cah”, ya memang semua mahasiswa bercita-cita lulus tepat waktu, menyandang predikat cumlaude dan memiliki IPK sekelas dewa.

Namun, jika hanya itu saja yang dipikirkan, kapan kita bisa bermanfaat bagi orang lain? Bukankah sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain?. Mungkin saudara-saudara kita yang belum mencoba organisasi akan berbicara, ”buat apa sih ikut yang gitu?mending pulang, tidur main kesana kesini wara-wiri nikmati indahnya Jogja”, come on bro, banyak hal yang bisa kalian dapat jika ikut organisasi yang ada di kampus, selain belajar berorganisasi yang baik dan benar, kita juga belajar menyikapi permasalahan dengan analisis dengan lebih menghormati berbagai pandangan banyak orang.

Ada alasan lain juga yang kadang menjadikan mahasiswa baru  tidak ikut berorganisasi, yaitu faktor orangtua sendiri, banyak orangtua yang melarang anaknya untuk berorganisasi, mereka takut jika anaknya aktif pada organisasi kampus, kerjaanya cuma demo dan demo, hingga tugas terbengkalai, kuliah lunglai dan masa lulus menjadi sangat lama.

Dari segi sosio-kultural, terjadi banyak pergeseran di kalangan  mahasiswa itu sendiri, era keterbukaan informasi sekarang ini menjadi pemicu lain dari apatisnya mahasiswa, contohnya, mahasiswa sekarang lebih senang beragumentasi tanpa adanya literasi dahulu, mereka sekedar mencomot sepenggal kata dari internet lalu mereka sebar lewat media sosial mereka.

Tentu saya menulis ini tidak asal-asalan, dalam satu kesempatan, saya berdiskusi dengan beberapa orang yang tidak mengikuti satupun organisasi yang ada di kampus, kurang lebih jawaban mereka sama, baginya, mengikuti organisasi yang ada di kampus hanya akan membuang-buang waktu mereka dan malah akan mengeluarkan budjet lebih karena berbagai kegiatan yang harus dihadapi.

Baca Juga: Hari Pers, Memaknai Sejarah dan Harapan Publik

Terdapat tiga tipe mahasiswa yang melekat pada diri-nya, yang pertama adalah mahasiswa yang memiliki idealisme seta tujuan yang  jelas,  kedua adalah yang tidak teridentifikasi namun secara dinamis memiliki idealisme, serta tipe ketiga ketiga ini adalah mahasiswa yang sekedar kerumunan yang bergerak sendiri-sendiri dan tidak memiliki tujuan yang jelas serta non-kontribusi bagi masyarakat.

Tipe ketiga inilah yang harus mulai dibenahi, perlu diingat mahasiswa bukanlah seorang musafir yang berjalan sendirian ditengah padang pasir, hanya memikirkan dirinya sendiri dan terpisah dari masyarakatnya, tapi seharusnya menjadi seorang individu yang berada ditengah rakyat yang siap membela dan mempelajari segala realitas kehidupan yang terjadi saat ini.

Organisasi kampus saat ini begitu pincang, sekalipun yang katanya mempunyai cara kaderisasi yang hebat, banyak anggota dan calon anggota yang menguap entah kemana, kalau ditanya pasti jawaban yang sama dan mainstream  terlontar, ”maaf banget lagi banyak tugas”, atau “maaf aku jadi anu di organisasi anu”.  walaupun memang tidak semua mengalami hal ini, ada beberapa organisasi yang masih bisa menjaring anggotanya dengan banyak, tentu  ini tidak terlepas dari banyak faktor yang mendukungnya, selain cara promosi yang baik dari organisasi, tuah para tetua juga berlaku signifikan didalam menjaring mahasiswa agar mau berorganisasi.

Tentunya, kita juga tidak bisa menyalahkan 100 persen mahasiswa yang memilih apatis dan menjalankan ritual kuliah pulang-kuliah pulang, namun  jadikanlah ini suatu tamparan dan PR yang besar, bukan hanya buat kampus itu sendiri, namun juga organisasi intranya sendiri, mereka harus saling bersinergi dan dapat merangkul semua mahasiswa sehingga tidak ada lagi mahasiswa apatis yang hanya memetingkan dirinya sendiri dan nilainya, walau nilai mata kuliah begitu penting, namun ada yang lebih penting, yaitu nilai kemanusiaan, cinta rakyat kecil dan tertindas.

Terakhir, ingatlah satu pesan yang  alm. W.S. Rendra katakan,”Mahasiswa sebagai generasi muda yang ideal adalah yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat, kemudian berbakti pada masyarakat.”.  Janganlah lupa, kita hidup, tumbuh bahkan berkembang di tanah air Indonesia ini, berterimakasihlah  walaupun sedikit karena telah menjadikan kita sebagai sesosok orang yang ada di bumi ini. Mari bergerak Mahasiswa Indonesia.

Salam  Mahasiswa. Tabik!

Baca Juga:Media Klimis ke Media Kinyis-kinyis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *