Sebanyak lima PKL yang beroperasi di pagi dan malam hari kehilangan mata pencahariannya setelah lahan dagangnya dieksekusi PN (Pengadilan Negeri) Yogyakarta pada Selasa (12/11) pagi tadi. Penggusuran tersebut dilaksanakan atas putusan No. 36/PDT/2016/PTYYK, dimana PN Yogyakarta mengabulkan gugatan Eka Aryawan.
Eksekusi mulai dilaksanakan sekitar pukul 9.30 pagi, dimana rombongan PN Yogyakarta bersama sejumlah Polisi datang ke lokasi penggusuran di Jalan Brigjen Katamso. Sebelum melakukan eksekusi, perwakilan dari PN Yogyakarta terlebih dahulu membacakan putusan di depan para wartawan, PKL, dan massa aksi yang hadir untuk menolak penggusuran.
Sebelum eksekusi dilakukan, kuasa hukum dari PKL meminta PN Yogyakarta untuk mengukur terlebih dahulu luas lahan yang akan dieksekusi, hal tersebut dilakukan karena luas lahan dianggap tidak jelas.
Setelah terjadi perdebatan yang alot, pada pukul 10.40 WIB PN Yogyakarta akhirnya mengeksekusi lahan tersebut dengan cara menutup lahan dan sebagian kios dengan bambu dan seng. Dalam pernyataannya, pihak PN Yogyakarta menyerahkan lahan tersebut kepada pihak Eka Aryawan.
Baca Juga: #GejayanMemanggil2 Bersama Rakyat
“Karena obyek sudah kita pagari, eksekusi kami anggap selesai” ucap perwakilan PN Yogyakarta, sebelum menyerahkan megaphone kepada perwakilan dari Eka Aryawan. “Bukannya mentang-mentang, tidak, kami juga memiliki rasa hati, jadi setelah ini, semoga tidak ada hal-hal yang membuat situasi menjadi lain, karena ini adalah hal pidana,” ucap perwakilan dari Eka Aryawan.
Eksekusi yang dilakukan hari ini adalah proses panjang setelah ditolaknya permohonan surat pinjam pakai (serat kekancingan) PKL pada 2010 silam. Setelah ditolak, pada setahun kemudian seorang pengusaha bernama Eka Aryawan justru mendapat Serat Kekancingan. Lalu, ketika tahun 2013, PKL dan Eka Aryawan membuat surat kesepakatan bersama penentuan batas hak pinjam pakai. Dua tahun setelahnya, Eka Aryawan justru mengajukan gugatan atas tanah seluas 73 m2 dan uang senilai Rp1,12 Miliar. Dalam gugatan itu, ada 28 m2 yang ditempati PKL. Setelah gugatan itu dilayangkan, PKL Bersama Panitikismo mengadakan mediasi, namun Eka Aryana tidak pernah hadir.
Berlanjut ke Panitikismo
Menurut Undang-undang Keistimewaan (UUK) dan Peraturan Daerah Keistimewaan (Perdais), hanya ada satu lembaga yang berhak mengurus pemakaian Sultan Ground—termasuk tanah yang diperdebatkan Eka Aryawan dan PKL—yaitu Panitikismo.
Setelah proses eksekusi selesai, PKL bersama masa aksi dan LBH Yogyakarta berjalan kaki menuju Kantor Panitikismo yang berada di sebelah selatan Alun-alun lor (utara). Mereka menyampaikan tuntutan kepada Pantikismo agar mencabut Surat Kekancingan yang dimiliki Eka Aryawan.
Namun, niat itu harus tertunda karena Ketua Panitikismo sedang tidak ada di tempat. Sebagai gantinya, perwakilan PKL mendapat kesempatan untuk menyampaikan masalahnya kepada Perwakilan Panitikismo. Hasilnya, mereka menyerahkan sebuah surat permohonan audiensi pembahasan permasalahan sengketa lahan SG PKL Gondomanan.
Baca Juga: Aksi Peringatan May Day di kota Yogyakarta oleh GERUS dan ARUS
“Kami sangat berkeberatan dengan eksekusi dari Pengadilan. Dimana tanah SG (Sultan Ground) tersebut merupakan tanah yang dikelola oleh Panitikismo dan/atau Keraton Yogyakarta, sehingga kami menganggap bahwa eksekusi yang dilakukan oleh pengadilan tidak sah,” tulis para PKL Gondomanan dalam suratnya.
Dalam surat tersebut, permohonan audiensi bertanggal 13 November 2019 pukul 10.00 WIB di Kantor Panitikismo.(Akbar)