Menyisir Waduk Sermo

Sumber gambar: Instagram

Hamparan terasering sawah yang luas dan hijau menjadi pemandangan setia yang menemani sepanjang perjalanan melintasi jalan utama (Jalan Wates) menuju Waduk Sermo, waduk yang berada di Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo yang berjarak 18,4 km dari pusat kota Yogyakarta. Tak hanya itu, selaksa pepohonan pinus juga akan menyambut roda-roda yang mengiringi para wisatawan menembus jalanan menuju alamat waduk.

Rasa lelah dan bosan terbayar lunas begitu sampai di kawasan Waduh Sermo. Lanskap khas pegunungan terpampang mencolok mata. Ada banyak orang yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing di tempat ini.

Tampak beberapa masyarakat lokal memancing dan mencari ikan di mulut waduk. Sisanya, tenda-tenda berdiri dengan para wisatawan yang sibuk berpose dengan latar belakang spot foto yang dinilainya terbaik.

Waduk Sermo memang menjadi populer belakangan ini. Sudah lebih dari 58 ribu foto diunggah di Instagram dengan menggunakan tagar #waduksermo. Dan rupanya, popularitas Waduk Sermo juga mendatangkan mata pencaharian bagi warga sekitarnya seperti persewaan perlengkapan kamping, persewaan kapal untuk berkeliling waduk, dan pedagang-pedagang yang berjualan di area Waduk Sermo.

Sejumput Kisah Pedagang Lokal

Eka Ratnawati (23) atau biasa dipanggil Eka, berbagi cerita mengenai perjalanannya membuka usaha warung makan di kawasan wisata Waduk Sermo. Eka dan keluarganya membuka warung di tempat yang sangat strategis dan dapat terlihat dari jalan seberang Waduk Sermo.

Eka mengisahkan bahwa awal mulanya, warung makan itu dapat terbentuk ketika ibunya mendapatkan kompensasi dari pelaksanaan proyek waduk. Perlu diketahui, dulunya, Waduk Sermo adalah sebuah desa yang bernama Desa Hargowilis.

Keluarga Eka―lebih tepatnya keluarga dari ibunda Eka karena waktu itu Eka belum lahir―dan warga Desa Hargowilis merupakan warga lokal yang sudah berjualan di lokasi tersebut sejak masa sebelum Waduk Sermo dibangun. Pada saat waduk itu dibangun sekitar tahun 1993, masyarakat lokal yang terdampak akibat proyek tersebut, yakni keluarga Eka dan warga Desa Hargowilis, diberi fasilitas warung atau tempat untuk mencari penghasilan di lokasi sekitar waduk sebagaimana dijumpai seperti sekarang.

Potret warung makan milik keluarga Eka.

Pada saat Tujilah (ibu Eka) mendirikan warung makan, ia tidak menyangka dapat menjalankan roda bisnis tersebut. Sebab, ia pesimis akan modal bisnis yang tidak sedikit. Dari mulai biaya awal guna mendirikan bangunan rumah makan, ilmu tata boga, hingga strategi pemasaran dan manajemen bisnisnya. Semua itu ia pelajari dari hari ke hari seiring membuka warung makan.

Dengan segala risiko, Tujilah pun memulai membuka usaha warung makan miliknya yang terletak di sisi barat Waduk Sermo. Perlahan, Tujilah mulai bisa mengumpulkan omzet jualan per bulannya hingga mampu mengembalikan modal awal membangun warung.

Tak hanya itu, hantaman pandemi di kuarter awal tahun 2020 lalu juga menjadi cobaan besar bagi warungnya. Pembatasan physical distancing dan peraturan ketat di tempat umum memberikan dampak besar terhadap usaha warung makan yang kini diteruskan dikelola oleh putrinya, Eka.

Eka sempat menutup warungnya pada masa awal-awal pandemi, dan berulang kali bahkan hal tersebut terpaksa ia lakukan demi mengikuti instruksi dari pemerintah. Ketika masa-masa itulah warungnya sepi sekali pelanggan. Jika pada hari-hari biasanya setidaknya ada belasan orang yang mampir ke warungnya dalam sehari, begitu pandemi datang Eka sering kali nihil pelanggan. Namun, awal tahun 2022 ini menjadi titik balik Eka dalam meniti kembali usaha warung makannya yang hampir tutup karena peraturan sudah kembali longgar.

Testimoni Healing

Ada banyak pembeli yang mulai mampir ke warung Eka. Dari pelanggan lama yang lama tak bertemu hingga para wisatawan anyar. Namun, pengunjung yang hampir pasti selalu mampir ke warungnya adalah dari wisatawan yang biasa kamping di area barat Waduk Sermo, dan umumnya adalah kalangan anak muda yang rajin healing.

Satu di antara pengunjung warung milik keluarga Eka yang saya temui sore itu (21/5) adalah Hilfi. Gadis bernama lengkap Hilfi Aulia (20) ini mengungkapkan kesan kunjungannya ke Waduk Sermo.

Hilfi mengamini bahwa Waduk Sermo memang worth it untuk kamping bareng-bareng teman. Biaya registrasi masuknya pun terjangkau yakni senilai Rp10.000,- saja per individu. Lalu, untuk tarif parkirnya senilai Rp3.000,- untuk sepeda motor dan Rp5.000,- untuk mobil.

Fasilitas pengunjung seperti kamar mandi dan tempat ibadah juga tersedia. Tak hanya itu, ada juga pendopo yang lumayan luas dan biasanya pendopo tersebut digunakan untuk berteduh apabila hujan lebat mengguyur.

Hilfi yang sudah beberapa kali kamping di Waduk Sermo juga mengaku tidak kesulitan mencari makan karena banyak warung yang buka hingga malam hari sehingga ia tak harus repot-repot memasak sendiri.

Karena banyak wisatawan yang kamping, banyak warung di area Waduk Sermo yang juga menyedikan kayu bakar. Cuaca malam hari cukup dingin sehinga banyak orang yang kamping bermalam di Waduk Sermo lantas menghangatkan diri dengan menyulut api unggun.

Dari pengalaman kamping di Waduk Sermo, Hilfi bilang bahwa biasanya orang-orang berdatangan saat siang menjelang sore bersama rombongannya masing-masing. Sebab saat sore hari, waduk akan menyuguhkan pemandangan indah matahari terbenam di balik bukit-bukit yang berada di sekeliling Waduk Sermo.

Menjelang malam, orang-orang ramai mendirikan tenda dan mulai memasak. Ketika hari sudah gelap, yang terdengar hanya suara air yang tenang dan sunyi. Namun, tak jarang pula masih ada juga pengunjung yang betah begadang, entah asyik bermain gitar atau sekadar berbincang. Apalagi jika malam sedang cerah dan langit menghamparkan bintang-bintang, rasanya sayang untuk melewatkannya.

Lalu, suasana pagi hari yang sejuk dan matahari yang perlahan naik ke atas kepala juga indah dipandang mata. Banyak pengunjung sibuk berfoto ria, minum kopi atau teh bersama menyambut pagi tiba, dan terlihat beberapa orang yang memikul gagang berkail berdatangan; siap memancing di tepi waduk.

Ketika hari mulai siang, para pengunjung termasuk Hilfi bergegas pulang karena cuaca sudah mulai terik. Para pengunjung dilarang membuang sampah sembarangan dan harus menjaga kebersihan Waduk Sermo. Hilfi pun setuju akan larangan tersebut karena merasa sayang apabila tempat sebagus Waduk Sermo harus tercemari akibat ulah ceroboh wisatawan nakal.

Penyunting: Lindu A.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *