Kampanye Sehari Tanpa Tembakau : Bagaimana Nasib Petani Tembakau, Sakau Para Perokok, dan Perekonomian Negara?

no smoking sign

Sumber gambar: Pexels

Terdapat hal menarik setiap tanggal 31 Mei dengan tumbuhan tembakau. Hal itu karena World Health Organization (WHO) yang merupakan salah satu badan PBB yang bertindak di bidang kesehatan menetapkan Hari Tanpa Tembakau Sedunia sejak tahun 1987. Gerakan yang mengglobal ini bertujuan untuk menyerukan kepada para perokok yang hidup di bumi ini agar berpuasa menghisap tembakau selama 24 jam, tidak terkecuali kepada orang-orang yang ada di Indonesia.

Tembakau sudah cukup lazim didengar di kalangan masyarakat, terutama di Indonesia. Tanaman yang termasuk genus Nicotiana ini yang menjadikan Indonesia sebagai negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India.

Tumbuhan tembakau (Nicotiana tabacum) merupakan salah satu tanaman yang mulanya berasal dari Eropa yang kemudian dipopulerkan oleh negara Amerika. Tembakau tergolong tumubhan yang memiliki jenis daun yang lebar.

Dikutip dari Disperindag Jatim, tembakau yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok mempunyai kandungan nikotin sebesar 1% sampai 3% yang berbahaya untuk tubuh. Meskipun begitu tumbuhan ini juga memiliki kandungan lain yang bermanfaat untuk kesehatan. Kandungan tersebut dapat digunakan sebagai obat luka, obat diabetes, obat HIV, bahkan sebagai penghasil protein anti kanker.

Di Indonesia sendiri banyak daerah-daerah tertentu yang kerap menyuplai rokok dan memiliki tembakau berkualitas baik. Salah satu dari daerah tersebut adalah Lombok, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Solo-Yogyakarta. Tetapi tembakau yang diperuntukkan untuk industri dalam negeri hanya jenis tembakau asli dari beberapa daerah, salah satunya tembakau Madura di Jawa Timur dan tembakau jenis Virginia yang terdapat di Jawa Tengah, serta Bojonegoro (Jawa Timur). 

Tembakau Sebagai Pilar Perekonomian Negara

Tercatat sejak tahun 2019 cukai hasil tembakau menjadi penyumbang terbesar bagi pendapatan negara sebesar Rp. 164,87 triliun. Kemudian pada tahun 2020 naik menjadi Rp. 170,24 triliun, lalu penerimaan cukai hasil tembakau kembali naik menjadi Rp. 188,81 triliun pada tahun 2021. Menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pemasukan anggaran pendapatan negara (APBN) yang berasal dari cukai tembakau sebesar Rp. 56,84 triliun atau sebanyak 26,5% pada bulan Maret telah melampaui target APBN di tahun 2022.

Tren naiknya pendapatan negara dalam tiga tahun terakhir dari hasil tembakau sudah menjadi komoditas prioritas utama, yang memberi kontribusi besar terhadap perekonomian negara. Melihat hal itu secara tidak langsung bisa diasumsikan bahwa sektor industri rokok adalah pilar penting bagi negara, pilar penting tersebut tak lepas dari kontribusi para petani tembakau dan pabrikan rokok.

Tercatat dari data kementerian perindustrian pada tahun 2019 terdapat 5,98 juta tenaga kerja dari industri hasil tembakau, dengan serapan tenaga kerja yang besar. Tidak mengherankan jika seandainya sektor rokok ini mati akan berdampak pada menurunnya signifikasi ketenagakerjaan di Indonesia.

Lantas, bagaimana seandainya jika dari semua kalangan masyarakat menerapkan hari tanpa tembakau secara serentak selama 24 jam penuh? Apakah penerapan tersebut dapat mengganggu perekonomian negara dan petani tembakau?

Jawaban dari pertanyaan itu, dapat diasumsikan dengan perhitungan sederhana dari data-data yang telah dibahas di atas. Dampak Negara melihat dari pemasukan APBN sendiri hanya sedikit berpengaruh, karena pemasukan negara bukan hanya dari sektor bea dan cukai saja.

Ambil contoh tahun 2021 terdapat Rp. 188,81 triliun APBN dari sektor bea cukai, jika jumlah tersebut dibagi 365,  maka kerugian yang akan menimpa negara jika satu hari tidak ada kegiatan ekonomi terkait rokok sebesar Rp. 5,17 miliar perhari. Jumlah kerugian dalam sehari tersebut tak sebanding dengan target APBN sektor bea cukai yang selalu melampaui targetnya pertahun.

Namun, melihat fakta yang ada malah berbanding terbalik, pendapatan dari sektor bea cukai yang melampaui target pun tak sebanding dengan alokasi kesehatan yang dikeluarkan untuk para penderita penyakit yang disebabkan oleh rokok.

Sedang untuk petani tembakau juga tidak cukup berpengaruh, karena dengan adanya hari tanpa tembakau ataupun tidak proses jual beli panen tetap dilakukan. Toh, himbauannya dilarang mengkonsumsi tembakau yang sudah menjadi rokok selama satu hari bukan dilarang menanam atau menjual daun tembakaunyakan?

Melihat dari sisi petani tembakau dan negara hal itu hanya sedikit berpengaruh pada peruntungannya namun tak terlalu berakibat fatal akibatnya. Imbas sebenarnya malah berakibat pada sakaunya para perokok. 

Mereka yang Bergantung Pada Rokok

Menurut Wikipedia, Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok memiliki zat adiktif karena dapat menyebabkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan) bagi orang yang menghisapnya. Orang yang ketergantungan pada rokok biasanya disebut sebagai perokok aktif.

Sakau adalah kondisi di mana gejala tubuh seorang pengguna yang terjadi akibat pemberhentian penggunaan obat seperti sabu, narkoba, dan tembakau secara mendadak atau akibat penurunan dosis obat secara drastis. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), gejala waktu dari sakau akan berbeda, tergantung bagaimana mereka beradaptasi dengan fungsi tubuh dan otak. Untuk tingkat keparahan pun dapat dipengaruhi oleh tingkat ketergantungan dan beberapa faktor seperti jangka waktu penggunaan obat, jenis obat yang digunakan, dosis penggunaan obat, serta faktor kesehatan medis dan jiwa.

Tidak terkecuali para perokok aktif.  Jika seorang perokok berhenti merokok secara mendadak dalam jangka waktu 24 jam mereka akan kekurangan nikotin, kemudian dapat menyebabkan keluhan pada tubuh baik secara fisik maupun mental.

Pusat pengendalian dan pencegahan penyakit Amerika Serikat menyebutkan contoh gejala fisik yang akan menimpa perokok seperti gejala mulai dari sakit kepala, mual, batuk, serta susah tidur. Sedangkan gejala mental sendiri dapat memicu perubahan emosi seperti mudah marah, sedih, hingga stres karena memiliki hasrat untuk kembali merokok. Tentunya masalah gejala yang dialami tersebut secara tidak langsung dapat mengganggu aktivitas dalam bekerja.

Karena sakau inilah membuat beberapa orang ada yang nyaris bergantung pada rokok, ibarat dalam otaknya tertanam kata “rokok pembangkit semangatku”, seperti seorang kuli yang akan menjadi tidak semangat dalam bekerja, atau seorang penulis yang kehilangan ide-idenya karena tidak adanya “benda pemberi ilham tersebut”.

Ketergantungan  mengakibatkan efek yang buruk bagi kesehatan, dengan munculnya beberapa penyakit yang ditimbulkan dari mengkonsumsi tembakau secara berlebihan, bukan hanya kesehatan diri sendiri saja tetapi juga kesehatan orang lain. Padahal sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan rokok bagian luar yang berbentuk kotak itu pun sudah disertai pesan kesehatan tentang akan bahaya yang ditimbulkan akibat dari merokok.

Dalam himbauan tersebut sudah jelas terdapat peringatan ‘merokok membunuhmu’ namun kalimat itu seakan tinggal hiasan kata semata. Dikutip dari artikel Viva Health dampak merokok dalam jangka panjang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker paru-paru, tenggorokan, mulut, penuaan dini, penyakit jantung, hingga masalah kesehatan seksual.

Apabila bagi orang yang tidak bisa lepas dengan rokok dikaitkan dengan dorongan dari WHO tersebut sepertinya tidak akan mencapai hasil yang ideal. Tetapi upayanya dalam menyerukan kampanye tersebut patut diapresiasi walaupun hanya satu hari, secara tidak langsung hal itu menjadi awal baik untuk seseorang yang ingin berhenti merokok karena alasan kesehatan.

Bukan langkah yang mudah bagi seorang perokok aktif untuk berhenti merokok. Aristoteles pernah mengatakan, “ Berhenti merokok lebih seperti maraton daripada lari cepat. Ini bukan upaya satu kali, tetapi upaya yang lebih lama.” Ya, dalam berhenti dari sakau bukan hanya melalui satu tahapan saja namun harus dilalui dengan beberapa tahapan dan itu tidak sebentar.

Dengan adanya hari tanpa tembakau ini, kita bisa mengintrospeksi diri, apa sih manfaat tembakau jika masuk ke tubuh kita, berakibat baik atau burukkan? Dengan adanya kampanye hari tanpa tembakau ini juga menjadi sebuah jembatan kesadaran kita dalam memulai sebuah aksi cinta kesehatan, mungkin bukan hanya untuk perekonomian negara, petani tembakau, maupun para sakau perokok, namun untuk diri kita sendiri dahulu baru ke orang lain.

Penulis: Anisa Fitri

Penyunting: Airlangga Wibisono

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *