Dewasa ini, setiap orang selalu menggunakan kamera dengan tujuan untuk memudahkan pekerjaan atau hanya sekedar mengabadikan momen bersama. Banyak tren dalam dunia fotografi yang muncul belakangan ini, contohnya fotografi menggunakan media analog.
Tren ini disambut baik oleh fotografer-fotografer di luar sana, baik kalangan pemula maupun profesional. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya ialah hasil yang cantik dengan tone warna yang khas, proses dalam mendapatkan gambar, hingga peralatan fotografi yang unik.
Seiring waktu berjalan, kebutuhan untuk bermain kamera analog dari masyarakat meningkat, tetapi para penyedia kebutuhan fotografi analog ini tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut. Ketidakmampuan tersebut dipengaruhi oleh bahan pembuatan roll film, kamera, dan suku cadang kamera yang semakin langka lantas membuat harganya semakin tinggi. Di tengah “problematika klasik” tersebut, muncullah tren baru yaitu fotografi digicam.
Awal Mula Tren Digicam
Digicam (Camdig) atau kamera digital hadir setelah kamera analog. Steven Sasson merupakan penggagas prototipe awal kamera digital semasa ia masih bekerja sebagai teknisi muda untuk perusahaan Eastman Kodak pada tahun 1975. Sayangnya, inovasi tersebut kurang mendapat sambutan baik dari para petinggi Kodak yang masih merasa jemawa akan kedigdayaan kamera film. Alhasil, proyeksi ini pun tak dijamah-kembangkan oleh perusahaan yang sempat dinyatakan bangkrut pada tahun 2012 tersebut.
Singkat cerita, tiga belas tahun berselang, Fuji Fujix DS-1P dirilis oleh perusahaan asal Jepang pada tahun 1988. Kamera digital komersial pertama tersebut dipamerkan pada acara Photokina di Koln, Jerman Barat.
Sejak itu, kamera jenis anyar ini mulai populer digunakan pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an. Di zaman itu kamera digital hadir dengan kualitas gambar yang belum sebagus sekarang. Tren digicam sempat vakum dan muncul lagi di Indonesia pada Februari 2022 dan terus berjalan hingga saat ini.
Kevakuman tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor seperti produksi kamera gadget yang tidak hanya inklusif secara teknis, namun juga tidak kalah ciamik kualitasnya. Sehingga mengunakan kamera gadget dinilai lebih praktis dengan hasil yang terbilang bagus dibanding dengan digicam. Tren digicam sebelumnya sudah ada di negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam sejak pertengahan tahun 2021.
Tren ini populer di platform-platform medsos seperti Reels Instagram ataupun TikTok. Digicam diyakini memiliki hasil yang mirip seperti kamera analog, dengan tone khas film ataupun grain yang membuat hasil foto yang cantik, atau kata anak zaman sekarang “estetik”.
Berbeda dengan kamera analog, digicam tidak perlu menggunakan roll film ataupun men-development roll film untuk memunculkan gambar yang ditangkap, proses dalam pengambilan gambar sama seperti kamera digital sekarang.
Kiat-Kiat Bermain Digicam
Sebelum bermain digicam, langkah pertama yang harus dilakukan ialah punya digicam itu sendiri. Untuk mendapatkan digicam ada dua cara. Cara pertama ialah menanyakan kepada kerabat apakah punya digicam yang tidak digunakan. Daripada membeli, meminta kepada kerabat dapat menghemat pengeluaran untuk bermain digicam.
Langkah kedua yaitu dengan membeli. Banyak akun-akun Instagram atau toko online yang menjual digicam. Tapi untuk sekarang kebanyakan akun dan toko tersebut mematok dengan harga “gorengan” sehingga harganya tinggi. Tips untuk menghindari harga yang tinggi tersebut ialah dengan mencari digicam bekas pada marketplace Facebook dengan kondisi barang seken dan penjual tersebut hanyalah perorangan, bukan toko.
Dalam memiliki digicam, kita juga perlu mengetahui apa-apa saja barang komplementer yang dibutuhkan oleh digicam untuk dapat menghasilkan gambar yang siap dinikmati. Barang komplementer itu ialah charger, card reader, dan baterai.
Tidak ada trik khusus untuk bermain digicam sebetulnya. Kebanyakan orang bermain digicam hanya untuk bersenang-senang saja dalam mengambil momen. Ditambah, semua digicam sudah ada mode otomatis sehingga tidak perlu mengatur digicam sebelum mengambil gambar.
Jadi, tidak perlu khawatir dengan hasil yang keluar nanti apakah terlalu terang atau telalu gelap, atau bahkan tidak fokus. Tetapi, ada beberapa fitur tambahan lain yang biasa digunakan dalam mode yang berbeda.
Kamera Analog vs Digicam
Jika dibandingkan antara digicam versus kamera analog, mana yang lebih bagus? Sebelumnya, kamera analog dan digicam merupakan dua hal yang berbeda. Dua hal ini ibarat makan dengan sambal ulek dan saus sambal.
Kita mendapatkan sensasi sambal yang segar dan asli dengan makan sambal ulek dan sensasi ini tidak didapatkan di saus sambal, tetapi kita harus repot mengulek bahan-bahan agar dapat menjadi sambal ulek.
Berbeda dengan saus yang dengan mudahnya dapat langsung dibeli dan dinikmati tanpa repot membuatnya. Tetapi, ketika kita makan sambal ulek dan saus sambal, sama-sama mendapatkan rasa pedas. Begitulah kira-kira ketika kamera analog dan digicam jika disandingkan.
Kamera analog menghasilkan gambar yang lebih bagus dan natural dibandingkan dengan digicam, tetapi kita harus mengeluarkan effort lebih ketika bermain kamera analog. Berbeda dengan digicam yang mudah, tidak terbatas oleh 36 eksposur seperti kamera film. Tetapi, digicam dan kamera analog sama sama memberikan kita sebuah gambar.
Banyak yang beranggapan bahwa semakin tua kamera, semakin rendah megapiksel yang dimiliki oleh kamera, maka semakin mirip pula gambar yang dihasilkan dengan hasil kamera analog. Pada kenyataannya, tidak seperti itu. Sebaliknya, menurunkan megapiksel hanya akan membuat kerapatan piksel berkurang dan menghasilkan gambar yang pecah.
Digicam ini merupakan solusi murah untuk bermain kamera analog, tetapi digicam tidak bisa menggantikan esensi berfotografi dengan kamera analog karena kedua medium yang dipakai berbeda sehingga hasilnya pun akan berbeda, walaupun sangat-sangat mirip.
Digicam dapat dijadikan alternatif karena harga roll film yang semakin hari semakin naik karena kelangkaan produksi oleh pihak produsen roll film. Bagaimana tidak, 1 roll film yang paling murah saja sekarang berada di angka 175 ribu rupiah. Padahal, jika dibandingkan dengan tahun 2010, harga film hanya 15 ribu rupiah, dengan merk yang sama. Sebelas kali lipat lebih mahal.
Penulis: Akbar Alfiyan
Penyunting: Lindu A.
Sumber gambar: Dok. Penulis
Baca juga: Gondrong Itu Hanya Abnormal, Bukan Kriminal, Tomprang: Seni Nyenja Cah Ndeso nan Filosofis, dan tulisan menarik lainnya di rubrik Intermeso.