Sumber gambar: Pexels
Gelaran Pemilwa UNY 2023 telah berakhir dengan ditandai pengumuman hasil rekapitulasi pada Jumat (15/12). Hasil tersebut mengumumkan nama-nama ketua ormawa baru yang akan menjabat di tahun 2024, mulai dari HIMA, BEM, dan DPM tingkat universitas maupun fakultas.
Menariknya, tiga dari delapan nama ketua BEM tiap fakultas merupakan pasangan calon tunggal yang berhasil menang melawan kotak kosong. Ketiga nama ketua BEM tersebut yaitu, Muhammad Faiz Alauddin untuk Fakultas Vokasi (FV), Mansur Alfian Syah untuk Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK), dan Aji Fajar Ramdani untuk Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Perbandingan Pemilih Kotak Kosong Tahun 2022 dan 2023
Kotak kosong menjadi salah satu fenomena yang nisbi terjadi dalam pesta demokrasi. Keberadaannya seringkali dianggap menguntungkan bagi si calon tunggal, padahal tidak selalu demikian. Adanya calon tunggal tidak lantas membuatnya dinyatakan menang dan diangkat menjadi pemimpin selanjutnya. Pada kenyataannya mereka tetap harus berhadapan dengan kotak kosong.
Pada pemilwa tahun 2022, nama pasangan calon tunggal muncul pada kontestasi politik di tiga fakultas, yakni Pemilwa BEM FT, FIKK, dan FEB. Sementara itu, pada tahun ini tidak jauh berbeda. Hanya saja, kini giliran FV yang memunculkan calon tunggal. Sedangkan pada dua fakultas lainnya, eksistensi kotak kosong masih bertahan. Ini menjadi ironi tersendiri, khususnya bagi FIKK dan FEB. Lalu, apakah fenomena kotak kosong dua tahun beruntun ini menandakan kurangnya minat mahasiswa untuk ikut berpartisipasi dalam politik kampus di dua fakultas tersebut?
Sejak pemilwa tahun lalu, kotak kosong menjadi sandungan bagi calon tunggal. Mereka harus bisa meyakinkan sejumlah mahasiswa untuk mendukung mereka, alih alih percaya pada kotak kosong. Data rekapitulasi pemilwa UNY 2023 mencatat masih cukup banyak mahasiswa yang memilih kotak kosong ketimbang calon ketua BEM fakultasnya sendiri. Dari Fakultas Vokasi (FV), Muhammad Faiz Alauddin memperoleh sebanyak 728 suara dari 1248 pemilih aktif. Ini berarti, 41,6% dari total pengguna hak suara, atau setara dengan 520 pemilih aktif, lebih mendukung kotak kosong.
Di sisi lain, sejumlah 173 dari 723 pemilih aktif di FIKK lebih percaya kepada kotak kosong daripada pasangan calon Mansur-Annas. Persentasenya memiliki jarak yang cukup jauh dengan FV, yaitu 23,9%.
Sementara FEB, memiliki persentase pemilih kotak kosong sebanyak 12,6% dari 1372 mahasiswa yang ikut berpartisipasi dalam pemilihan. Jumlahnya sama dengan 174 pemilih aktif mencoblos kotak kosong, dibanding Aji Fajar Ramdani, calon ketua BEM terpilih.
Jika semuanya dijumlahkan, ada sebanyak 867 mahasiswa UNY yang lebih mempercayai kotak kosong, alih-alih calon ketua BEM fakultas mereka sendiri. Walaupun masih cukup banyak, jumlahnya menurun dari Pemilwa UNY 2022 lalu yang mencapai 979 mahasiswa.
Kotak Kosong di FT yang Menurun
Di FT sendiri, fenomena kotak kosong juga masih eksis. Jika pada pemilwa tahun lalu, fenomena tersebut terjadi paada Pemilwa BEM FT dan Himagana (Himpunan Mahasiswa Boga dan Busana), kali ini justru giliran Himanika (Himpunan Mahasiswa Elektronika). Adanya calon tunggal ini bisa saja terjadi karena beberapa kemungkinan. Pertama, hanya ada satu calon saja yang mendaftar hingga masa pendaftaran tutup. Kedua, bisa saja ada banyak calon yang mendaftar tetapi setelah melalui beberapa tahap seleksi berkas dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan, hanya ada satu calon saja yang memenuhinya.
Rayhan Reinditya Athalla berhasil menang melawan kotak kosong dengan perolehan sebanyak 140 suara dari 180 pemilih aktif. Sedangkan, 40 mahasiswa lainnya lebih memilih untuk mencoblos kotak kosong. Lalu, mengapa masih saja ada mahasiswa yang lebih memilih kotak kosong?
Wartafeno bertanya kepada beberapa mahasiswa tentang pandangan mereka terhadap masih adanya pemilih kotak kosong. Salah satu mahasiswa FT, sebut saja Rama, mengatakan, “Mungkin mereka tidak setuju memilih si calon ketua tersebut dan minta agar dicari calon ketua hima baru supaya bisa dilakukan pemungutan suara ulang begitu.”
Hal senada juga disampaikan oleh mahasiswa lain, Erna juga turut memberikan pandangannya mengenai beberapa mahasiswa yang memilih kotak kosong. Ia menyebutkan bahwa itu merupakan rasa kurang percaya mahasiswa dan meminta supaya dilakukan pemungutan suara ulang.
“Bisa jadi itu bentuk protes mereka yang disalurkan ke kotak kosong supaya dilakukan pemungutan suara ulang, karena mereka kurang percaya sama si calon tunggal atau kurang suka dengan program yang bakal dibuat,” jelas Erna.
Walaupun begitu, jumlah dari persaingan terhadap kotak kosong mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pemilih kotak kosong pada Pemilwa FT UNY 2023 pun hanya 22,2% dari total jumlah pemilih aktif. Itu pun hanya terjadi pada satu zona pemilihan.
Ini pun tak lepas dari usaha Panitia KPU dalam mensosialisasikan pemilwa di tahun ini. “Dari KPU sendiri ada divisi sosialisasi dan kampanye (soskam), saya selalu mengkoordinasi supaya terus gencar melakukan sosialisasi terkait bagaimana pemilwa dan apa saja syarat-syarat juga ketentuannya. Karena kita juga berkaca dari tahun kemarin terkait syarat dan kelengkapan yang membuat kotak kosongnya ada, terutama di bagian BEM. Ditambah dengan antusias yang banyak dari para pendaftar,” terang Ditto Herlambang selaku ketua panitia KPU ketika diwawancarai Wartafeno (18/12).
Ditto merasa senang sekaligus lega, karena dengan usaha tersebut pemilwa tahun ini dapat berjalan dengan penurunan pada calon tunggal. “Pastinya senang, karena sudah lebih baik dari tahun sebelumnya. Walaupun nanti masih ada banyak tahapan yang memungkinkan gugur, tapi sudah banyak antusias,” ujar Ditto.
Ia juga menyampaikan harapannya untuk ketua terpilih dan pemilwa di tahun mendatang. ”Jangan banyak janji, yang terpilih seharusnya menjalankan visi misi yang sudah ter-planning. Jangan sampai sudah punya rencana tapi malah nggak dilaksanakan. Dan untuk pemilwa tahun depan, harapannya semoga bisa lebih baik dari sebelumnya. Bisa diperbaiki lagi bagaimana strateginya supaya bisa menarik perhatian khalayak umum kalau pemilwa itu memang penting dan supaya khalayak umum gak asal pilih.”
Lantas, akankah partisipasi mahasiswa FT pada pemilwa berikutnya meningkat? Dan bisakah hal tersebut membuat pemilih kotak kosong menurun?
Mungkin saja.
Kalau pun tidak ada perubahan, toh kita sudah terbiasa menyaksikannya.
Penulis: Viola Anindya