Persiapan Kirab Ogoh-ogoh
Tahun ini di awal bulan Maret, saya berkesempatan merasakan meriahnya perayaan Nyepi serta hangatnya toleransi masyarakat di Yogyakarta, tepatnya di Pura Jagadnatha, Banguntapan. Perayaan Nyepi di Pura Jagadnatha tahun ini dimeriahkan dengan sekitar sepuluh ogoh-ogoh dari beberapa KMHD (Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma) serta perkumpulan pemuda hindu, antara lain KMHD Universitas Negeri Yogyakarta, KMHD Universitas Gajah Mada, KMHD Sanata Dharma, KMHD Atma Jaya, KMHD AKPRIND, KMHD UKDW, Baracuda, Asrama Putra Bali, serta Perkumpulan Pemuda Pura Banguntapan.
Suasana perayaan Nyepi tahun ini sungguh berbeda dengan perayaan Nyepi yang saya ikuti tahun-tahun sebelumnya. Sedari kecil, saya merayakan Nyepi di Bali, tahun ini dapat merasakan kemeriahan dan hangatnya toleransi dalam perayaan Nyepi di Yogyakarta.
Saya yang biasa merayakan Nyepi sebagai umat mayoritas di Bali, tahun ini berkesempatan untuk ikut merasakan perayaan Nyepi sebagai umat minoritas tentunya akan sangat berbeda. Di Bali, ketika hari pengrupukan dengan sangat mudah menemukan ogoh-ogoh yang berbaris di sepanjang jalan serta setiap keluarga melakukan prosesi mecaru atau pembersihan pekarangan rumah masing-masing ketika senjakala saat matahari sudah tidak terlihat dan gelap menyelimuti langit. Dan ketika tiba hari Nyepi, jalanan akan benar-benar sepi dan sunyi, pelabuhan hingga bandara akan ditutup selama satu hari penuh guna ikut mengkhidmati hari suci.
Lain halnya dengan perayaan Nyepi di luar pulau Bali, khususnya di pulau Jawa, yang sudah pernah saya rasakan, untuk menyaksikan kirab ogoh-ogoh hanya ada di beberapa tempat tertentu saja. Pagi hari sebelum kirab ogoh-ogoh, dilakukan tawur agung yang dipusatkan di Candi Prambanan yang dengan antusias umat Hindu di pulau Jawa berkumpul dan melakukan persembahyangan bersama-sama.
Malam Kirab Ogoh-Ogoh
Iringan Obor oleh Pemudi Hindu
Ketika matahari mulai condong ke barat, situasi area sekitar Pura Jagadnatha, Banguntapan sudah mulai dipenuhi masyarakat yang antusias menyaksikan kirab ogoh-ogoh tahun ini. Jalan yang biasanya lengang dan mampu dilewati mobil, kini dipenuhi lautan manusia. Bahkan, untuk dilintasi satu motor saja terbilang sulit karena banyaknya orang yang penasaran dan antusias menyaksikan kirab ogoh-ogoh ini. Tepi kanan jalan sekitar pura pun sudah dipenuhi pedagang-pedagang jajanan yang siap menyambut ramainya penonton yang datang.
Sebelum kirab dimulai, diadakan persembahyangan serta mecaru yang merupakan upacara sebagai bentuk dalam menjaga keharmonisan dengan alam semesta. Seluruh umat Hindu yang datang melakukan persembahyangan bersama serta memberikan doa dan memercikan air suci pada ogoh-ogoh sebagai bentuk permohonan izin agar acara kirab berjalan lancar. Setelah persembahyangan selesai dilakukan, seluruh umat bersiap untuk melakukan kirab mengelilingi area Pura Jagadnatha, Banguntapan.
Pemuda pemudi yang siap mengangkat dan membawa keliling hasil karyanya sudah mulai berkumpul. Sekitar sepuluh ogoh-ogoh sudah mulai terparkir rapi di sepanjang jalan. Mulai dari ogoh-ogoh yang berbentuk meyerupai flora/fauna hingga ogoh-ogoh yang menyeramkan. Karena Nyepi tahun ini jatuh di tengah bulan Ramadhan, kirab ogoh-ogoh dilakukan pada malam hari sekitar pukul 20.00 WIB setelah masyarakat sekitar mengadakan salat tarawih.
Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Masyarakat sekitar yang usai melaksanakan shalat tarawih pun sudah terlihat ikut mendekat untuk melihat kirab ogoh-ogoh yang akan dimulai. Area jalan pun menjadi sangat padat dipenuhi penonton yang mendekat serta pemuda-pemudi yang bersiap melakukan kirab dengan ogoh-ogoh masing-masing.
Semburan Api serta Iringan Gamelan
Kirab dimulai dengan berjalan menuju arah selatan. Semua ogoh-ogoh diangkat dan dibawa berjalan mengelilingi jalan area Pura Jagadnatha. Kirab ogoh-ogoh malam itu diiringi oleh sejumlah pemudi yang berbaris rapi di depan ogoh-ogohnya masing-masing dengan membawa nyala api obor yang menerangi jalan malam itu. Serta papan nama dan properti yang akan digunakan dalam atraksi ogoh-ogoh nanti.
Di setiap persimpangan jalan, sesekali dilakukan atraksi masing-masing ogoh-ogoh. Ketika sampai di perempatan jalan, ogoh-ogoh akan digerakkan dan diputar ditempat, ogoh-ogoh akan diangkat tinggi-tinggi sembari berjalan berputar. Ketika ogoh-ogoh berputar, disusul dengan semburan api yang berasal dari salah satu pemuda yang menyembur api obor dengan minyak tanah dari mulutnya.
Teriakan antusias masyarakat mulai terdengar diikuti dengan suara baleganjur yang merupakan gamelan khas Bali yang sering digunakan pada kirab ogoh-ogoh. Di perempatan terakhir dilakukan atraksi saling adu ogoh-ogoh. Dua ogoh-ogoh diposisikan berhadapan dan ketika para pemuda serta iringan gamelan sudah siap maka kedua ogoh-ogoh akan dibawa mendekat sambil diangkat tinggi hingga ogoh-ogoh saling menyentuh. Atraksi ini dilakukan berulang dengan dihiasi semburan api serta siraman air yang sukses membuat suasana seru dan riuh penonton.
Antusiasme Masyarakat Sekitar
Walaupun Nyepi tahun ini jatuh di tengah bulan suci Ramadhan, tidak menyurutkan semangat dan antusiasme masyarakat sekitar untuk ikut menyaksikan kemeriahan kirab ogoh-ogoh malam itu. Anak-anak yang terlihat baru saja usai melaksanakan ibadah shalat trawih tampak sangat bersemangat ikut berjalan mengiringi ogoh-ogoh bahkan ada yang sampai berlari-lari di tengah ramainya penonton.
“Waktu acara puncak saat ngangkat ogoh-ogoh itu bisa dibilang sangat ramai. Kita sebagai pengangkat ogoh-ogoh sampai kesusahan untuk berjalan karna saking penuhnya, tapi syukurlah budaya kita bisa diterima dengan baik oleh masyarakat di Jogja ini dengan antusias yang sangat bagus dari masyarakat Jogja,” ungkap Gian, salah satu pemuda yang ikut mengangkat salah satu ogoh-ogoh malam itu.
Ada juga masyarakat yang memilih untuk berdesakan di setiap perempatan jalan, hanya untuk melihat atraksi dari setiap ogoh-ogoh yang diarak. Hangatnya toleransi sangatlah terasa malam itu. Decak kagum hingga penasaran penonton terdengar di telinga saya ketika ikut berdesakan di tengah penonton.
“Menurutku sebagian besar dari mereka sangat antusias dan excited menyaksikan pengarakan ogoh-ogoh kemarin, karena mungkin bagi mereka hal ini jarang ditemui di daerah mereka. Jadi, masyarakat kemarin memberikan respons yang baik dan beberapa turut serta membantu keamanan di sekitar tempat pengarakan. Banyak yang mendokumentasikan dan turut meramaikan suasana pada saat itu,” tutur Sekar, pemudi Hindu asal Klaten yang turut serta merayakan Nyepi di Pura Jagadnatha Banguntapan.
Sekitar empat perempatan jalan sudah dilalui, sederet ogoh-ogoh datang dari utara Pura dan diparkirkan di Gedung PHDI. Semua ogoh-ogoh diletakkan di sana sebelum dibakar. Di Bali, ogoh-ogoh biasanya akan dibakar setelah diarak mengelilingi desa yang melambangkan pemusnahan kekuatan negatif serta sifat buruk manusia. Dan merupakan salah satu inti atau tujuan dibuatnya ogoh-ogoh adalah untuk dimusnahkan dengan dibakar. Harapannya, pada hari Nyepi di esok harinya, alam semesta serta tubuh manusia sudah terbebas dari energi dan aura-aura negatif.
Sungguh pengalaman yang luar biasa bagi saya karena telah berkesempatan merasakan kemeriahan dan hangatnya toleransi masyarakat Yogyakarta dalam menyambut hari raya suci Nyepi serta kekompakan dan keakraban kawan-kawan pemuda pemudi Hindu di Yogyakarta. Semoga tahun depan perayaan Nyepi di Yogyakarta semeriah tahun ini bahkan lebih meriah lagi. Dan semoga hangatnya toleransi masyarakat tetap terjaga.
Penulis: Ni Made Ariesta