Sumber Gambar: Pexels
Banyak jalan menuju Roma. Itulah kalimat yang diucapkan oleh seorang pengguna jasa joki tugas. Mengambil jalan pintas menyelesaikan tugas. Namun, apakah penggunaan jasa joki tugas bisa dikatakan sebagai hal yang diperbolehkan?
Banyak mahasiswa yang merelakan sebagian uangnya untuk menggunakan jasa joki tugas. Tujuannya beragam. Ada yang ingin tugasnya selesai cepat, malas mengerjakan tugas karena sudah sibuk berorganisasi, ataupun sudah kelewat lelah karena kuliah sambil kerja. Selain itu, ada juga yang mengaku dengan alasan tidak paham apa yang dijelaskan oleh dosen di kelas.
Bila dilihat dari aspek kejujuran, adanya joki tugas ini bukanlah perilaku yang baik. Tugas yang ada di bangku perkuliahan ini merupakan salah satu bentuk kewajiban dan tanggung jawab yang harus diselesaikan secara mandiri. Tujuan adanya tugas ini adalah untuk mengasah pengetahuan kita dalam bidang yang kita tekuni. Apabila seseorang sudah terlena akan nikmat menggunakan joki tugas, lantas ilmu apakah yang akan didapat? Apa gunanya mendapatkan nilai tinggi, tapi kita tidak memahami apa yang kita kerjakan.
Ironisnya, banyak mahasiswa yang mengambil jalan pintas dalam menempuh perjalanan mendapatkan gelar. Sebagian mahasiswa ini menggunakan jasa pengerjaan tugas dengan dalih kurangnya durasi mengerjakan karena beban tugas dari dosen yang berbeda-beda kelewat bertumpuk.
Mudahnya Mendapatkan Jasa Joki Tugas
Joki tugas ini sudah digemari oleh para mahasiswa di Indonesia, beragam juga alasan mereka untuk tidak mengerjakan tugas sendiri.
“Tugasnya udah mepet deadline sih. Aku juga ada kesibukan, tapi mager juga ngerjainnya,” ujar Rani (21), mengenai alasannya menggunakan jasa joki tugas.
Alasan serupa juga diungkapkan narasumber lainnya, Vina (21). “Aku tuh sibuk tugas kuliah banyak, jadi aku jokiin aja deh,” ujarnya. Ia juga berpendapat bahwa tidak masalah jika dia harus mengeluarkan uang untuk bayar jasa joki tugas. Toh, selama ini lancar-lancar saja dan sang dosen tidak akan tahu juga.
Joki tugas ini memang sudah ada dari lama. Pemakai jasa tugas ini banyak berasal dari kalangan mahasiswa yang umumnya punya uang saku bulanan berlebih. Mengeluarkan uang puluhan atau ratusan ribu bukanlah hal besar bagi mereka. Toh, ini menguntungkan bagi mereka sebab bisa punya waktu lebih untuk bersenang-senang dan nongkrong bersama kawan-kawan tanpa khawatir memikirkan beban tugas.
Untuk mencari penyedia jasa tugas sendiri sangat mudah. Beberapa narasumber kami mengaku jika mereka menemukan penyedia jasa joki tugas ini di X (Twitter).
“Aku iseng aja ngetwit pengen joki tugas terus pake tagar #zonauang, gitu. Eh tau-tau banyak yang komen nawarin jasa mereka. Aku pernah juga cari joki tugas lewat Instagram. Soalnya, dipromosiin sama selebgram gitu, jadi aku percaya,” tuturnya Rani (21)
Para penyedia jasa joki tugas ini juga memanfaatkan sosial media sebagai sarana promosi jasa mereka. Bahkan ada beberapa akun penyedia jasa yang rela membayar beberapa selebgram untuk strategi promosi. Mereka berani membayar selebgram karena mereka merasa akan semakin untung jika nantinya makin banyak pelanggan mampir.
Tugas Selesai, Bayaran Mahal
Untuk memakai jasa tugas ini, ada bayaran yang tidak murah yang harus dibayar oleh para pengguna jasa. Mereka harus merogoh kocek sekitar 30-100 ribu dalam sekali memakai jasa. Tetapi, meskipun jasa pengerjaan joki tugas ini bisa dibilang membuat kantong kering, masih banyak mahasiswa yang rajin melimpahkan tugasnya kepada para joki ini.
Ada beberapa pengguna jasa yang tidak masalah soal harga asal hasil pengerjaannya memuaskan. Tapi, ada pula mereka yang masih ragu untuk mengeluarkan uang guna membayar jasa joki tugas karena dianggap mahal.
“Lagian kenapa sih emangnya kalau aku pakai joki tugas? Ini kan transaksional, kesepakatan bersama. Selagi aku ada duit, ya nggak papa dong. Dosenku juga nggak tahu kok!” katanya Lia (23)
Di sisi lain, para penyedia jasa joki tugas ini juga merasa “bersyukur” karena banyak mahasiswa yang malas mengerjakan tugas. Mereka diuntungkan karena bayaran untuk jasa mereka bisa membantu mencukupi kebutuhan hidup.
Para penyedia jasa ini umumnya berkelompok, meskipun ada juga yang menjalankan jasanya seorang diri, dan berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang masih sibuk skripsi dan ada juga yang sudah kerja dan butuh tambahan uang. Mereka mempunyai peran masing-masing, itu sebabnya jasa yang mereka jajakan bisa mahal.
“Aku biasanya bayar 50k buat bikin esai dengan ketentuan sumber pustaka sesuai syarat tugasnya. Misalnya, harus sekian jumlah referensinya, atau jurnal yang dipakai harus standar Q1 atau kayak gimana,” jelas Gia, salah satu mahasiswi PTN di Jogja.
Menurutnya, harga segitu tidaklah mahal karena uang bulanannya lebih dari cukup. Jadi, tidak masalah asalkan tugasnya selesai tepat waktu. Namun, Gia mengaku tidak punya langgganan joki tugas tertentu. Ia selalu mencari jasa baru ketika butuh.
“Aku nggak punya langganan sih. Tapi, untungnya, selama ini, semuanya terpercaya,” lanjut Gia mengiyakan.
Dari Balik Layar Penjoki
Mereka yang membuka jasa joki tugas mengaku punya alasan-alasan khusus yang mendasari kenapa mereka melakoni pekerjaan ini. Ada mereka yang bertahan di tanah rantau dari hasil mengerjakan tugas orang lain, sebab uang saku bulanan tak cukup dan malu meminta lebih kepada orang tua. Ada juga mereka yang menyediakan jasa ini untuk mengisi waktu luang agar lebih “produktif” saja.
“Aku gabut aja, sih, awalnya. Jadi, aku buka jasa joki tugas, deh, biar ada kerjaan gitu kalau di kos, hehe,” ujar Lia, salah satu mahasiswi Manajemen
Lia merasa tugas kuliah yang dia kerjakan tidak sulit, jadi dia punya banyak waktu kosong sebab tugas-tugasnya sudah selesai. Jadilah dia buka jasa joki tugas untuk mengisi waktu luangnya.
“Sebulan sih biasanya bisa dapat antara 500 ribu sampai 1 jutaan,” kata Lia mencoba menghitung-hitung pendapatan bulanan dari pekerjaan gabut yang dilakoninya.
Untuk ukuran penghasilan dari joki sendiri memang cukup menggiurkan. Tidak heran jika ada penyedia jasa yang “merasa diselamatkan” karena pekerjaan ini mampu mereka gunakan untuk membayar uang semesteran kuliah atau sekadar menambal biaya sewa kos bulanan.
“Secara kelas ekonomi, aku termasuk medioker, sih, hehe. Ada uang, tapi ya cukup sebenarnya. Kalau mau buat uang semesteran, rada susah. Jadi, mau gak mau, aku harus muter otak untuk dapat penghasilan tambahan,” ungkap Tata salah satu mahasiswa Sastra Inggris
Kelas menengah umumnya berada dalam posisi dilematis dalam banyak hierarki sosial. Di dunia pendidikan pun tak jauh beda. Mereka yang berasal dari kelas menengah seakan terjepit. Mau minta beasiswa, sulit. Dikata elite, juga tak valid. Maka, mau tak mau, mereka harus mencari jalan keluar sendiri dari permasalahan mereka.
Banyak mahasiswa yang punya privilegedalam dunia perkuliahan (mendapatkan beasiswa dan semacamnya), tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal, di luar sana, banyak lulusan sekolah menengah yang ingin melanjutkan kuliah, mereka bela-belakan sambil kerja siang-malam atau menyikat aneka pekerjaan lepas. Apa pun dilakukan asal bisa kuliah.
Inilah ironi dunia pendidikan kita. Kenaikan UKT yang semena-mena, distribusi beasiswa yang salah sasaran, hingga betapa lazimnya jasa joki di kalangan mahasiswa. Pejabat-pejabat kampus sibuk menyusun koin untuk membangun menara gading. Tak peduli jika batu bata penyusunnya harus berasal dari keringat kering mahasiswa pekerja upah rendahan, para orang tua yang menjual sawah dan menggadaikan sertifikat tanah, ataupun rupiah-rupiah haram yang mengalir di pusara industri joki tugas.
Penulis: Najhatun Roisatul Ummah