Pertaruhan Akan Kesetimbangan Alam

Oleh Farchan Riyadi

        Saya selalu menyempatkan diri melihat acara televisi setiap harinya. Baik itu berita, kilas peristiwa, lihat hiburan biasa atau sekadar baca running teks. Yang menjadi pertanyaan saya, kenapa banyak berita pembunuhan. Atau orang mati secara tidak wajar, misal kecelakaan, miras oplosan, terus bunuh diri. Sebenarnya dulu banyak kasus demikian, cuma mungkin kurang ter-ekspose saja.
Sebenarnya apa pun yang manusia lakukan, apa pun itu, bahkan sampai batas terima bumi, alam ini akan melalukan sistem kesetimbangan-nya sendiri. Meskipun itu terlihat sebagai daya hancur, namun bagi alam itu sebuah keharusan, dan biasa terjadi di zaman ini. Dalam pemikiran radikal (saya menganggap demikian), bahwa Tuhan pun tidak akan turut campur dan serta. Semua diserahkan pada hukum fisika dan gerak gravitasi. Jadi pilihan dan langkah gerak ada pada manusia sendiri. Mungkin mirip hipotesa Stephen Howking dalam The Grand Design.
Contohnya adalah pada jumlah karbon di alam-bumi dan atmosfirnya. Secara jumlah dia (karbon) akan relatif sama. Hanya berubah bentuk saja, baik pelepasan dan perubahannya dulu sekali membutuhkan waktu yang agak lama, 100 tahun-an persiklus mungkin. Namun, jumlah manusia membuat pelepasan akan karbon menjadi lebih cepat dan masif.
Baiklah itu terlalu jauh saya kira. Jumlah manusia yang mati dengan tidak wajar, itu point of view saya. Perang di Siria dan Irak membuat banyak orang melakukan migrasi ke eropa akhir-akhir ini. Sialnya, mereka justru mati tenggelam di laut Mediteran. Kasus rohingya hampir sama saja. Konflik di negara setempat. Belum lagi bencana negara gagal disebagian negara sub sahara afrika, konflik Palestina-Israel dan munculnya resesi global turut memperparah bencana kemanusian.
Di sekitar kita, banyak juga orang mati jalan, kasus kekerasan pada perempuan dan anak-anak menghisasi tajuk berita di televisi dan portal berita. Pada Inferno-Dan Brown. kematian manusia dianggap sebagai kesetimbangan sistem alam, dimana jumlah manusia yang terlampau banyak, harus dikurangi sebagian, bila saat ini harusnya kita merasa pengurangan sudah dilakukan lewat mekanisme ekonomi yang lebih ketat. Namun di Inferno-Dan Brown pengurangan dilakukan lewat rekayasa medis. Lalu, Dunia Anna-Jostein Gaarder, juga menyayangkan tingkah laku manusia, bahwa bumi tidak lagi nyamannya untuk ditinggali salah satuya ulah manusia (saya juga manusia itu). Bahwa sesuatu tentu akan mencapai puncak, lalu goyah, kemudian akan mencari kesetimbangan sistem baru. Bila keseimbangan baru itu dapat diadaptasi manusia dengan cepat tidak masalah, tetapi kalau tidak, itu celakanya.
Jelas manusia menjadi faktor kesetimbangan utama, mengingat kemampuannya dalam berpikir sekaligus memiliki hasrat. Hasrat untuk mendominasi, dan menyimpan. Katakanlah hutan dengan populasi jumlah hewan didalamnya, tanpa manusia. Kesetimbangan setempat relatif terjaga. Mudah saja logikanya, insting hewan tidak menjadikanya atau memprogram dirinya agar memiliki hasrat yang melebihi untuk sekedar hidup dan makan. Mendominasi ada, tetapi hanya sebatas di rantai makanan. Tidak bersifat collecting, atau menyimpan. Menyimpan pun hanya untuk mekanisme bertahan hidup. Misal beruang menyimpan lemak di tubuh untuk berhibernasi selama musim dingin saja. Dan saat saya bangun pagi ini semua masih normal, entah nanti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *