Oleh Nanang Yuniantoro
Kisruh dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden oleh ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Setya Novanto masih dalam proses penyelidikan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sejak beberapa pekan yang lalu. MKD telah memanggil menteri ESDM Sudirman Said, Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin, dan juga ketua DPR RI Setya Novanto untuk dimintai keterangan terkait dengan dugaan pencatutan presiden dan wakil presiden, namun sejauh ini MKD belum memberikan keputusan final terkait nasib Setya Novanto apakah melanggar etika atau tidak. MKD masih menyelidiki dan berusaha untuk memanggil pengusaha Riza Chalid untuk dimintai keterangan.
Menurut peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia no 2 tahun 2015 bab II pasal 2 menjelaskan MKD mempunyai fungsi untuk menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Sudah jelas bahwa fungsi MKD ialah menegakkan kehormatan anggota dewan, jika ada yang melanggar dan mencemarkan nama baik DPR sudah selayaknya ditindak dengan tegas dan tidak pandangbulu, sehingga fokus MKD ialah pada permasalahan pelanggaran etika bukan perkara siapa pelapor, apalagi legalitas rekaman.
Anggota MKD yang berasal dari partai, tentu membuat ragu semua pihak akan kinerja MKD untuk mengatasi permasalahan ini, sudah tentu akan intervensi dari berbagai pihak dan tekanan dari partai pengusung, terlebih sebelum diadakan persidangan di MKD, sempat ada konsolidasi dari Koalisi Merah Putih (KMP) yang menyatakan mendukung Setya Novanto dalam persidangan di MKD. Meskipun dalam beberapa kesempatan Surahman Hidayat sebagai ketua MKD menyatakan tidak akan ada intervensi di kubu MKD, namun rasa ketidakpercayaan MKD tidak dapat hilang begitu saja.
Pergantian orang di MKD semakin memunculkan rasa tidak percaya publik, meskipun dengan dalih ingin mengoptimalkan kinerja MKD dalam mengusut dugaan kasus ini. Sesolah-olah ada permainan atau perjanjian politis dibalik pergantian ini. Persoalan legal standing pengadu oleh MKD, juga sempat membuat ragu akan kemampuan anggota MKD. Publik juga menyayangkan sidang tertutup ketika pemeriksaan Setya Novanto, publik tidak dapat melihat dan menilai secara langsung proses persidangan terlebih yang memimpin sidang adalah Kahar Muzakir dari fraksi partai Golkar yang dikenal dekat dengan Setya Novanto.
Mengutip pernyataan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Zainal Arifin Mukhtar di republika.co.id yang menilai bahwa sidang MKD terlalu bertele-tele, padahal ini adalah isu publik, dimana publik menantikn hasil dari sidang ini. Menurut dia, hingga kini publik dibuat bertanya-tanya apa hasil dari sidang MKD yang penuh riuh kemarin. Hal yang sama juga dikatakan oleh Pengamat Komunikasi Politik, Hendri Satrio, dalam viva.co.id, beliau menjelaskan bahwa MKD bertele-tele, harusnya pertanyaan itu mengarah pada etika Setya Novanto, tetapi malah muter-muter.
Sudah saatnya MKD membenahi diri guna menyelesaikan kasus ini supaya tidak berkepanjangan. MKD harus fokus, obyektif, serius, dan tidak bertele-tele, serta menjaga integritas diri dengan tidak membawa kepentingan pribadi, partai, ataupun faktor kedekatan. Kini rakyat telah menanti akhir cerita panjang dari kasus percadangan ini, semoga kerja MKD tidak mengecewakan.