Sumber Gambar : Istimewa
Oleh Widianto Edwin
Tempo hari, sebuah informasi datang dari mulut teman kepada saya: “FT UNY mau buka jurusan sarjana teknik murni mas, penggagasnya dari kajur (Kepala Jurusan-red) saya.” Sontak saya langsung tertarik dan bertanya: “Apa yang melandasi keinginan tersebut?” Dia menjawab dengan gagah: “Kampus yang bernama pendidikan aja (UPI-red) udah membuka mas.” Sejenak saya berpikir, apakah sesimpel itu?
Program Profesi Guru (PPG) memang telah bergulir. Lulusan sarjana kependidikan dan non-kependidikan dari berbagai Perguruan Tinggi (PT) kini punya kesempatan setara untuk menjadi guru bersertifikasi. Syaratnya, pesertahanya perlu mengikuti pendidikan kembali di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk pemerintah sebagai pelaksana. Selama setahun atau bahkan lebih, peserta PPG akan belajar tentang lokakarya pengembangan perangkat pembelajaran, pembelajaran mikro, pembelajaran pada teman sejawat, program pengalaman lapangan (PPL), dan pengayaan bidang studi dan/atau pedagogi.
Landasan proyek yang telah muncul sejak era presiden SBY dan diteruskan Jokowi tersebut adalah untuk mengontrol mutu guru agar tetap terjaga. Kerangka berpikirnya mirip model pendidikan dokter, harus mengikuti ko-asisten (koas) dahulu agar dapat izin praktik. Kelebihan guru berembel-embel Gr. dibelakang gelar sarjananya ini juga lumayan untuk meningkatkan kualitas hidup. Jadi tak ayal banyak guru kemudian memperebutkan.
Langkah Tepat
Prasyarat sarjana non-kependidikan bisa mengikuti PPG inilah yang melatarbelakangi pendapat saya bahwa langkah FT UNY membuka prodi sarjana teknik murni adalah tepat. Betapa menguntungkan, selain bisa menambah pundi-pundi ekonomi, lulusan sarjana teknik murni dari kampus Karangmalang itu juga punya modal akses menjadi guru bersertifikasi. Toh juga selama ini lulusan sarjana kependidikan belum tentu ingin menjadi guru. Ada yang memilih bekerja di Industri atau malah jadi wirausahawan. Menarik jika diteliti lebih lanjut!
Sekarang kita lihat muatan yang dipelajari pada PPG, semua hal tersebut adalah mata kuliah wajib tempuh dan lulus mahasiswa sarjana kependidikan. Logikanya, ketimbang harus mengulang kembali semua itu saat mengambil PPG, akan lebih efektif bila waktu yang ada digunakan untuk memperkaya keilmuan bidang studi. Selain menguntungkan untuk diri sendiri, hal itu juga dapat untuk memperluas wawasan murid bila jadi guru. Peluang tersebut sebenarnya bisa dijumpai apabila teman-teman semua masuk prodi sarjana teknik murni.
Jika menelisik peluang kerja di dunia industri, mayoritas perusahaan lebih menawarkan lowongan pekerjaan kepada sarjana ilmu murni baik teknik atau yang lain. Ada temuan kisah dari sarjana kependidikan saat melamar pekerjaan untuk diploma dan sarjana di sebuah perusahaan. Saat era double degree(mendapat gelar A.Md. dan S.Pd. sekaligus-red) berlaku di FT UNY, seorang sarjana tersebut justru memilih menggunakan ijazah diploma ketimbang sarjana. Ia mengakui, pilihan itu diambil lantaran agar terhindar dari pertanyaan “kenapa tidak menjadi guru?” saat tes wawancara.
Untuk nasib mahasiswa sarjana kependidikan saat ini, beri saja agenda sertifikasi yang berkaitan bidang studi atau hal-hal dasar semacam Ms. Office rutin tiap tahun. Tentu ini tidak bisa diikuti oleh semuanya, mengingat perlu anggaran juga walau pengumuman untuk calon pesertanya berbunyi gratis. Setidaknya karena ada sertifikasi kini beberapa alumni memiliki nilai tambah agar bisa bersaing memperebutkan lowongan pekerjaan di sebuah industri. Jadi mereka yang berharap bisa kerja di industri tidak perlu lagi sungkan ya menghadapi pertanyaan “kenapa tidak menjadi guru?” saat tes wawancara. Ehe
Sebelum makin tergerus dengan kondisi, segeralah FT UNY membuka prodi sarjana teknik murni. Saya sampaikan, berlarut-larut dalam gagasan bisa-bisa jadi bumerang bagi diri sendiri. UNY yang menbaiat sebagai ‘kampusnya calon guru’saja telah sepakat dengan aturan terbaru meraih akta mengajar demi menjaga mutu guru. Bila perlu, buka kuota mahasiswa teknik murni sebanyak-banyaknya. Tak usah mengindahkan tawaran pembukaan kuota mahasiswa sarjana kependidikan lebih banyak ketimbang teknik murni agar identitas kampusnya calon guru tetap terjaga. Adanya aturan sertifikasi profesi guru tidak disadari menjadikan titel ‘kampusnya calon guru’ dapat dimiliki oleh universitas-universitas lain secara tidak langsung. Tinggal arah kebijakan kampus masing-masing saja, ingin dominan melahirkan pekerja industri, guru, atau wirausahawan. Gus Dur pernah berucap “Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian,” begitu juga dengan titel kampus kita saat ini kan pak, bu?