Menilik Potensi Kemukus di Desa Margoyoso

Kemukus merupakan komoditas rempah asli Indonesia kaya manfaat. Buahnya memiliki ragam khasiat dalam membantu menyembuhkan beragam penyakit dari mulai disentri hingga bronkitis. Ada pula kandungan minyak atsiri berguna dalam produksi parfum serta sabun. Tak ayal “emas hitam” satu ini kini telah menjangkau pasar ekspor ke benua Biru.

Menggusur Tren Padi

Siang hari (20/12) saya dan dua orang kawan berkesempatan berkunjung ke kediaman Ahmad Tarwiyadi, petani kemukus asal Desa Margoyoso, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Pohon kemukus setinggi 2 meter tegak berdiri menyambut kami.

Lahir dan besar di desa yang merupakan perbatasan Magelang-Purworejo membuat dirinya sudah akrab dengan tanaman bernama latin Piper cubeba ini. Ia bahkan masih ingat pertama kali menjual kemukus ke Pasar Margoyoso ketika masih duduk di bangku sekolah.

Tepatnya pada tahun 1995 ketika harga kemukus masih 500 perak per kilonya. Beberapa tahun berselang, harga kemukus naik jadi 5000 rupiah per kilo. Dengan kata lain, ia bisa mendapatkan sekarung penuh kemukus hanya dengan mengeluarkan modal 8000 rupiah dan kebanyakan merupakan hasil petikan dari pohon orang yang belum memahami gaung kemukus di pasaran.

Beranjak dewasa, Tarwiyadi juga sempat merasakan bekerja di tanah rantau namun ia kemudian memilih pulang untuk kembali menggeluti dunia rempah-rempah di kampung halamannya. Ia berkeinginan untuk mengembangkan pertanian kemukus di desanya pun sekarang mulai mengenalkan ke generasi muda. Meskipun ada banyak hambatan yang harus dilakoni. Mulai dari citra miring soal petani sampai kendala air dan lahan kering.

Kini sebagian besar lahan pertanian warga sekitar merupakan tanaman kemukus dan rempah-rempah jenis lainnya. Luas lahan yang ditanami padi bahkan tidak mencapai 10% dari total 500 hektar lebih luas lahan. Hal ini tidak mengherankan sebab karena mengalami kesulitan dalam hal ketersediaan air, untuk mengairi lahan pertanian padi lantas mengandalkan sistem tadah hujan.

“Dulu, kami mau mandi saja perlu berjalan kaki sejauh 2 kilo meteran, Mas,” ujarnya.

Karena kondisi tanah kering, petani padi hanya bisa merasakan hasil panen yang pertama sedangkan pada penanaman kedua, padi bisa mati bahkan sebelum berbunga.

Berbeda halnya dengan rempah-rempah yang tidak memerlukan perawatan yang ribet atau terlalu intensif. Cukup menjaga bagian bawah pohon agar tidak timbul jamur karena hama jamur bisa mengakibatkan pohon sulit tumbuh bahkan mati. Agar hama jamur tidak tumbuh, petani melakukan perawatan berupa membersihkan tanaman dan dedaunan pada pangkal pohon serta menjaga kontur tanah secara berkala.

Musim hujan juga menjadi tantangan tersendiri. Pangkal pohon harus terjaga agar tetap memiliki kadar kelembaman yang sesuai. Asupan sinar matahari harus cukup sebab berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon. Sedangkan saat kemarau, kedebong pisang dan daun bambu menjadi andalan guna mencegah tanah sekitar pohon agar tidak kering dan pecah-pecah.

Tekstur tanah kering menjadi salah satu faktor yang menjadi alasan mengapa banyak warga sekitar yang beralih menanam rempah-rempah.

Stek Sulur dan Ekspor Jerman

Dalam hal pembibitan pohon kemukus, ada tiga macam cara: stek batang, stek sulur dan tanam biji. Dari ketiganya, stek sulur adalah yang paling efektif dalam mendapatkan tanaman kemukus betina.

Metode pembibitannya relatif lebih mudah. Stek sulur yang diambil dari induk pohon yang sudah berbuah atau pohon betina, akan menghasilkan bibit pohon kemukus betina. Pohon betinalah yang bisa menghasilkan biji kemukus sedangkan pohon jantan tidak bisa menghasilkan biji kemukus.

“Dari pembibitan menggunakan isi yang sudah kita lakukan, 80% bibit pohon yang dihasilkan itu jantan” kata pria yang juga ketua Gapoktan Karya Maju ini.

Hasil pembibitan nantinya digunakan sendiri maupun juga untuk dijual. Bibit pohon kemukus setinggi 20 cm siap tanam, dibanderol seharga 5-10 ribu rupiah per pohon.

Kemudian kami beranjak menyusuri jalan setapak yang lumayan curam untuk menengok lahan penanaman kemukus dan rempah-rempah lainnya. Segera kami sampai di lokasi dan menyaksikan pohon kemukus setinggi 15 meter berdiri kokoh dikelilingi beraneka tanaman lainnya seperti jahe, kapulaga, lengkuas dan kurkuma. Pohon ini diperkirakan telah berusia belasan tahun dan dapat menghasilkan 1 kuintal kemukus basah tiap tahunnya.

Kuantitas yang dihasilkan memang sangat relatif dan usia pohon menjadi salah satu elemen yang cukup menentukan. Satu pohon kemukus umur satu tahun dapat menghasilkan sekitar setidaknya 1 kg kemukus. Pohon berumur 3-5 tahun bisa menghasilkan lebih banyak lagi, bahkan bisa sampai 30 kg. Telaten dan konsisten adalah modal penting dalam merawat pohon kemukus.

Karena lahan yang dikelola kini cukup luas, Ahmad Tarwiyadi tak segan mengeluarkan modal awal hingga miliaran rupiah. Pada tahun 2020 lalu ia bahkan mengucurkan dana sekitar 800 juta rupiah guna investasi kemukus. Alokasi dananya mencakup berbagai faktor, sebagian juga digunakan untuk memfasilitasi petani muda yang baru memulai belajar bertani.

Sejak empat tahun terakhir, Ahmad Tarwiyadi dan kolega konsisten mengekspor kemukus ke Eropa. Prancis dan Jerman menjadi dua negara yang pernah mengimpor kemukus darinya. Beliau menuturkan bahwa ia bekerja sama dengan importir asal Jerman untuk rutin mengirim pesanan tiap tahunnya.

Per tahunnya, ia bisa mengekspor 4-6 ton kemukus ke Jerman per tahunnya. Itu pun masih jauh dari ideal permintaan sang importir yang membutuhkan 60 ton kemukus tiap tahunnya. Ia juga menyayangkan karena belum bisa memenuhi total suplai importir.

Produk ekspor biasanya berupa kemukus kering. Dengan cuaca cerah terik, paling lama hanya butuh waktu 3 hari saja untuk mengeringkannya. Harganya pun cukup terpaut jauh dari kemukus basah. Harga kemukus basah kisaran seharga 50 ribu per kilo sedangkan bila sudah jadi kemukus kering, harganya bisa mencapai 300 ribu per kilonya.

Melakukan ekspor produk tidak semata mudah. Sertifikasi keorganikan harus dikantongi agar komoditas kemukus dapat beredar di pasar rempah Eropa. Bekerja sama dengan perusahaan sertifikasi organik yang telah diakui oleh Komisi Uni Eropa.

Sertifikasi keorganikan EU yang salah satunya mengacu pada standar European Regulation (EU 2008 Regulation No 2092/91) ini, secara anual diperbarui dan telah dipunyai oleh 150 petani desa Margoyoso demi menghasilkan produk yang steril dan higienis termasuk dalam kebijakan penggunaan pupuk organik.

Langkah ini penting guna mempertahankan eksistensi di pasar global dengan menjaga kepercayaan konsumen terkait standar kesehatan pangan. Dengan demikian, ekspansi pemasaran produk pun bisa lebih luas.

Semilir angin mulai menerpa telinga, pandangan saya tertuju pada pohon kemukus yang sudah berbayang diterpa cahaya lampu, suasana perlahan petang, menandakan hari mulai habis. Pak Yadi hanya tersenyum melihat kami melaju meninggalkan salah satu sudut negeri yang konon katanya gemah ripah loh jinawi ini.

Penyunting: Lindu A.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *