Perjalanan Spiritual

Aku teringat kata sahabat Ali RA. “Wahai anakku! Dunia ini bagaikan samudra dimana banyak ciptaan ciptaan Nya yang tenggelam. Maka jelajahilah dunia ini dengan menyebut nama Allah. Jadikan ketakutanmu pada Allah sebagai kapal kapal yang menyelamatkanmu. Kembangkanlah keimanan sebagai layarmu, logika sebagai pendayung kapalmu, ilmu pengetahuan sebagai nahkoda perjalananmu; dan kesabaran sebagai jangkar dalam setiap badai cobaan.” Ali bin Abi Thalib RA.

Cover 99 Cahaya di Langit Eropa
Cover 99 Cahaya di Langit Eropa

99 Cahaya Di Langit Eropa merupakan film yang diadaptasi dari buku best seller dengan judul yang sama karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Dibawah arahan sutradara Guntur Soeharjanto, film ini mengangkat tema yang cukup unik yakni, sejarah, budaya, juga perkembangan Islam di benua Eropa. 99 Cahaya di Langit Eropa berkisah seputar perjalanan spiritual yang dilalui oleh sepasang suami istri yaitu Hanum (Acha Septriasa) dan Rangga (Abimana Aryasatya), dalam menelusuri jejak-jejak kebesaran Islam selama tiga tahun, kala mereka tinggal di benua biru, Eropa.

Film ini dibuka dengan latar kota Wina, Austria yang menjadi tempat tinggal pasangan muda Rangga dan Hanum di tahun 2008. Rangga adalah seorang mahasiswa magister dari Indonesia yang mendapatkan beasiswa guna melanjutkan kuliah di negeri Mozart, dan Hanum yang saat itu adalah reporter Trans TV akhirnya meninggalkan pekerjaannya untuk ikut serta mendampingi sang suami kuliah di Eropa.

Awal kisah film ini Hanum harus mengambil kursus bahasa Jerman yang merupakan bahasa ibu di Austria, agar Ia dapat berkomunikasi dengan penduduk sekitar selama mendampingi suaminya. Dari kelas kursus bahasa Jerman inilah, Hanum berkenalan dengan seorang wanita Turki bernama Fatma Pasha (Raline Shah) yang mengajarkannya menjadi agen Islam yang baik, dialah yang menunjukkan Eropa dengan bulir cinta dan luasnya kedamaian Islam. Sebagai Turki di Austria, Fatma mencoba menebus kesalahan kakek moyangnya yang gagal meluluhkan Eropa dengan menghunus pedang dan meriam. Kini Ia mencoba lagi dengan cara yang lebih elegan, yaitu dengan lebarnya senyum dan dalamnya samudra kerendahan hati.

Perjalanan pertama Hanum mengantarkannya ke kota Paris, pusat ibukota peradaban Eropa. Paris mempertemukan Hanum dengan seorang mualaf, Marion Latimer yang bekerja sebagai ilmuwan di Arab World Institute Paris. Marion menunjukkan kepadanya bahwa Eropa adalah pantulan cahaya kebesaran Islam. Eropa menyimpan harta karun sejarah Islam yang luar biasa berharga. Marion membukakan mata hatinya, mengajarkan bahwa Islam adalah sumber pengetahuan yang penuh damai serta kasih dan membuat Hanum jatuh cinta kembali dengan agamanya, Islam.

Museum Louvre, Pantheon, Gereja Notre Dame hingga Les Invalides semakin membuat Hanum yakin dengan agamanya. Islam dulu pernah menjadi sumber cahaya terang benderang ketika Eropa diliputi abad kegelapan. Islam pernah bersinar sebagai peradaban paling maju di dunia, ketika dakwah bisa bersatu dengan pengetahuan dan kedamaian, bukan dengan teror maupun kekerasan.

Dari segi gambar, film ini cukup memukau penonton dengan mengambil setting keindahan kota Wina dan Paris. Bahkan adegan Rangga mengumandangkan adzan Maghrib di atas menara Eiffel dengan background kota Paris di senja hari, cukup menyentuh. Namun dari segi cerita film yang disutradarai oleh Guntur Soeharjanto ini sedikit mengecewakan karena beberapa scene diambil dengan kurang mendetil.

Misal adegan dua warga negara Austria yang menceritakan asal muasal roti croissant. Dalam film hanya diceritakan bahwa roti croissant berasal dari lambang bendera Turki. Hal ini tentu saja membuat penonton bingung akan hubungan dari penamaan roti croissant dan lambang bendera Turki dengan penghinaan terhadap Islam. Contoh lainnya yaitu tentang Kara Mustafa Pasha yang ternyata merupakan nenek moyang dari Fatma. Tidak dijelaskan secara detail mengapa Kara Mustafa Pasha bisa menjadi aib bagi bangsa Turki. Memang di film ditampilkan lukisan dinding besar yang menggambarkan pertempuran pasukan Kara melawan pasukan Austro-Hongaria-Prusia, namun penonton seperti disuruh menerjemahkan sendiri apa arti lukisan tersebut.

Film 99 Cahaya Di Langit Eropa diakhiri dengan trailer dari sequelnya yang akan ditayangkan 6 Maret tahun ini. Walaupun sedikit mengecewakan, namun film ini mampu menyampaikan pesan mengenai citra baik Islam dengan tetap bertoleransi terhadap agama lain.

Oleh Indriani Eka Pratiwi

1 Response

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *