Parma dan Legislatif

Oleh Nanang Yuniantoro

 

        Pengesahan UU Parma dan UU Pemilwa oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) bersama presiden mahasiswa, menandakan pesta demokrasi mahasiswa UNY akan segera terselenggara. Sesuai dengan UU Pemilwa bab V pasal 10 yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden BEM Universitas, anggota DPM Universitas, ketua dan wakil Ketua BEM Fakultas, dan anggota DPM Fakultas berasal dari partai mahasiswa. Sedangkan ketua Hima dan Dewan Perwakilan Fakultas (DPF) berasal dari perorangan atau independen.

        Secara tidak langsung UU Pemilwa memberikan mandat kepada parma untuk menyediakan kader-kader terbaik partai agar dapat mengisi kursi eksekutif dan legislatif baik tingkat universitas maupun tingkat fakultas. Kader yang diberikan tentu harus sesuai dengan syarat yang telah diatur dalam UU Pemilwa pasal 12. Anggota DPM Universitas minimal semester 5, DPF minimal semester 3, presiden dan wakil presiden semester 7, anggota DPM Fakultas minimal semester 3, dan ketua dan wakil ketua BEM Fakultas minimal semester 3. Semua peserta minmal harus memiliki pengamalan mengikuti organisasi kampus.

        Pelaksanaan pemilwa dengan sistem partai pada tahun ini perlu adanya strategi untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan jabatan, baik di kursi eksekutif maupun legislatif, mengingat tahun ini adalah tahun pertama setelah 4 tahun UNY tidak menggunakan sistem partai dalam pemilwa, ditambah persiapan partai yang dibilang sangat singkat untuk dapat mempersiapkan diri untuk maju ke ajang pemilwa. Dimulai dari proses pembuatan partai sampai penjaringan kader-kader ke beberapa fakultas yang ada di UNY. Selain itu mahasiswa yang ingin maju menjadi calon belum tentu ingin mengikuti parma, sehingga dapat menyebabkan kurangnya partisipasi mahasiswa non partai dalam pemilwa.  

        Kekhawatiran terjadinya kekosongan kursi sangatlah mungkin, terlebih kursi untuk legislatif yakni DPM Universitas dan DPM Fakultas. Anggota DPM Universitas dan DPM Fakultas berasal dari parma, dimana mekanisme pemilihan ialah memilih partai bukan orang, sehingga pembagian kursi DPM akan ditentukan setelah perolehan suara pada partai. Meskipun anggota DPM dari parma sudah ada dan sudah diverifikasi oleh KPU, namun bukan jaminan bahwa anggota tersebut adalah orang yang akan masuk dalam bagian legislatif, dan bahkan akan terjadi penambahan atau pengurangan jumlah anggota legislatif dari parma setelah mengetahui hasil perolehan suara partai. Selain itu brand keorganisasian DPM masih jauh tertinggal dengan BEM, sehingga minat mahasiswa untuk berorganisasi di DPM masih kurang.

        Pada pasal 21 dalam UU Pemilwa menyebutkan bahwa jumlah kursi untuk DPM Universitas ialah 21 kursi, sedangkan rata-rata kursi di DPM Fakultas 21. Berarti masing-masing parma menyiapkan setidaknya 42 orang untuk kursi legislatif tingkat universitas dan 1 fakultas. Bukan hal yang mudah tentu untuk mengisi kursi legislatif di fakultas, mengingat tidak semua parma telah mempunyai pimpinan cabang fakultas, dan lebih berbahaya lagi jika di fakultas hanya ada 1 partai yang mampu mengisi kursi legislatif, tentu tidak akan ideal jika semua anggota DPM fakultas hanya dari 1 partai.

        Pada dasarnya pada keorganisasian mahasiswa, DPM Universitas ialah representasi mahasiswa dari masing-masing fakultas, sedangkan untuk DPM Fakultas ialah representasi mahasiswa dari masing-masing jurusan. Baik KPU atau parma seharusnya mempertimbangkan adanya perwakilan dari masing-masing jurusan ataupun fakultas untuk mengisi kursi legislatif. DPM Fakultas juga harus bekerja keras dan bertindak dengan membuat peraturan fakultas dengan mempertimbangkan kondisi fakultas untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan kaderisasi pada legislatif, mengingat peran DPM dalam membuat peraturan, advokasi, dan kontrol sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas organisasi di kampus UNY.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *