Di Balik Peturasan Malioboro

Oleh : Zulvah Aulinnisa

Malioboro merupakan kawasan perbelanjaan yang legendaris yang menjadi salah satu kebanggaan kota Yogyakarta. Fasilitas dan akomodasi sebagai sarana penunjang yang mendukung sektor kepariwisataan di tempat ini sudah sangat lengkap. Salah satunya adalah toilet umum. Sebenarnya ada beberapa toilet umum layak pakai di kawasan wisata Malioboro. Namun keberadaannya yang terhimpit bangunan-bangunan besar di sekitarnya membuat para wisatawan menganggap Malioboro minim toilet. Rata-rata toilet dikelola perseorangan, dengan biaya retribusi berkisar antara dua ribu hingga lima ribu rupiah.
Beberapa waktu ini pemerintah memberikan fasilitas toilet nyaman sekelas toilet hotel berbintang yang ramah kaum difabel. Toilet ini mulai beroperasi pada awal tahun 2018 dengan biaya retribusi Rp 0,- pada satu tahun pertama. Keberadaan toilet ini sangat membantu seperti yang diungkapkan salah seorang penjaga toilet umum lainnya, Suradji, “keberadaannya sangat membantu, sayangnya letaknya jauh, kalau bisa ada toilet umum seperti itu lagi di titik yang strategis.”
Keunggulan toilet yang terletak persis di depan Gedung Bank Indonesia Perwakilan Yogyakarta tersebut adalah dilengkapi eskalator untuk konsumen difabel. Ada 6 kamar toilet laki-laki dan 6 kamar toilet perempuan, serta 1 ruang laktasi dan 1 toilet khusus difabel. Toilet ini juga dilengkapi dengan CCTV dan lobby, namun sayangnya tidak dilengkapi dengan fasilitas mushola. “kalau mau bikin toilet lagi lebih baik toiletnya biasa-biasa saja tidak perlu mewah, agar perawatannya mudah dan murah. Apalagi ditambah toiletnya masuk, bawah tanah, pasti perawatannya mahal dan rumit,” Ujar Suradji.
Dikarenakan letaknya yang cukup jauh dari titik keramaian Malioboro, toilet umum milik Suradji masih tetap ramai seperti biasanya tidak ada pengaruh yang signifikan setelah adanya toilet elite itu. Peturasan yang beliau jaga dulunya disubsidi pemerintah daerah, namun sekarang dikelola dengan keluarganya. Sistem penjagaannya bergantian, dua shift, shift pagi dan shift sore.
Pendapatan Suradji biasanya menyesuaikan pengunjung yang datang. Biasanya jika bulan puasa yang minim pengunjung seperti ini Suradji hanya mendapat sekitar empat puluh sampai enam puluh ribu setiap harinya. Namun jika memasuki musim liburan hanya mendapatkan rata-rata seratus lima puluh ribu rupiah per hari. Pendapatan paling besar adalah saat malam tahun baru, “wah kalau malam tahun baru sampai antri, biasanya antri sampai lima orang,” ujar bapak yang sudah mulai kehilangan rambut hitamnya itu.
Suradji sangat memperhatikan kebersihan toilet yg beliau kelola. Setiap hari toilet dibersihkan dua kali, yaitu saat pagi hari sebelum buka dan malam hari sebelum tutup. Beliau juga melakukan pengecekan kelayakan setiap hari agar pengguna toilet nyaman. Untuk penyediaan air bersih peturasan menggunakan dua sumber yaitu dari air PDAM dan air sumur, hal ini guna mengantisipasi kekurangan air. “Dulu pernah sampai beli air, pas rame itu PAMnya itu macet, jadi terpaksa mau gimana lagi.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *