Identitas Film
Judul: Ngeri-Ngeri Sedap / Missing Home
Genre: Komedi, Drama
Sutradara: Bene Dion Rajagukguk
Durasi: 114 Menit
Tanggal Rilis: 02 Juni 2022
Pemeran: Arswendy Beningswara Nasution, Tika Panggabean, Boris Bokir Manullang, Gita Bhebhita Butarbutar, Lolox, Indra Jegel
Perusahaan Produksi: Imajinari Visionari Film Fund
Negara: Indonesia
Bahasa: Indonesia
*
Awalnya, saya tidak berniat menonton film ini ketika rilis pertama kali di bioskop tahun lalu. Hingga akhirnya salah satu teman menyuruh saya menonton, ia meyakinkan saya dengan berkata bahwa film Ngeri-Ngeri Sedap ini “sesedih” dan “segila” itu! Sesedih dan segila bagaimana pikir saya, dan tepat di situ saya memutuskan untuk membayar rasa penasaran saya.
Pak Domu digambarkan sebagai sosok ayah yang keras. Namun, dibalik keras hatinya itu terdapat rindu yang mendalam akan anak-anak lelakinya di tanah rantau. Berbeda dengan Pak Domu yang hanya diam memendam rindu, Mak Domu dengan terang-terangan tidak mampu menutupi kelembutan hatinya sebagai seorang ibu. Ia terus memikirkan segala cara agar ketiga anak lelakinya kembali ke kampung halaman.
Suatu hari ketika rindu terhadap anak-anaknya membuatnya meratap, Mak Domu mendapat ilham. Ia mendiskusikan ilham itu kepada Pak Domu untuk bersandiwara seakan mereka berniat untuk bercerai dan kemudian kabar perceraian tersebut akan diinformasikan pada tiga anaknya yang merantau. Pak Domu setuju. Dihubunginya Domu, Gabe, dan Sahat melalui telepon agar mereka pulang, tentunya dengan “drama merajuk” agar mereka membantu mencari jalan keluar supaya kedua orang tuanya tidak bercerai.
Latar Suasana yang Kental akan Adat Batak
Penulisnya yang memiliki latar Batak dan kultur Batak yang sengaja diselipkan sangat realistis dan sama sekali tidak terkesan menggurui. Hal ini menjadikan penonton film ini larut dalam adat istiadat daerah sana.
Kau mau kawin sama yang bukan orang Batak?!
Celetukan semacam itu seringkali ditujukan Pak Domu pada keempat anaknya. Hal seperti itu membuat Domu, si anak pertama, yang memiliki kekasih berdarah Sunda makin enggan untuk pulang ke kampung halaman.
Gabe, si bungsu yang umumnya tinggal di rumah untuk menemani orang tua pun memilih pergi merantau. Ia memilih jalan menjadi seorang pelawak yang tampil di saluran TV Nasional meski sedari awal Pak Domu menuntut untuk berkuliah di jurusan Hukum.
Ngapain kau ngelawak tidak jelas menjadi tontonan seperti itu? Lebih baik berkuliah hukum akan jelas nanti masa depanmu!
Lain halnya Sahat, ia telah mendapat kenyamanan bekerja di Jawa, dengan pemilik ladang yang sudah seperti ayahnya sendiri.
Saya, penonton bukan asli Batak, kerap kali juga merasa kesal akan watak Pak Domu yang melarang ini itu pada keempat anaknya.
Setelah beribu alasan disampaikan Mak Domu pada ketiga anak lelakinya, mereka akhirnya setuju untuk pulang kampung sebentar, hanya saat diadakan acara keluarga. Opung mereka, menahan untuk tidak buru-buru kembali ke tanah rantau. Domu, Sahat, dan Gabe hanya mengiyakan dengan harap kedua orang tuanya akan kembali akur secepatnya, Agar mereka tak terlalu lama meninggalkan pekerjaan di pulau seberang.
Banyak rencana disusun ketiga anak lelaki itu, tak ketinggalan Sarma yang dari awal tidak pernah pergi merantau. Mulai dari berlibur sekeluarga, hingga sesederhana mengobrol dari hati ke hati pada kedua orang tuanya. Tentu, Pak Domu dan Mak Domu masih dengan akting seadanya seakan sudah muak satu sama lain, seakan bercerai adalah jalan terbaik yang akan mereka ambil dalam waktu dekat.
Sarma, Anak Perempuan Satu-Satunya dalam Keluarga
Hingga pertengahan film, saya masih percaya diri tidak akan menangisi tontonan ini. Yang ada hanya tawa renyah karena akting konyol para pemainnya. Sampai saya menafsirkan sendiri kehadiran karakter Sarma di film ini, dan itu membuat kesedihan saya beralasan.
Singkat cerita, Sarma menyuarakan fakta yang telah lama ia simpan. Pak Domu dan Mak Domu terhenyak; Domu, Sahat, dan Gabe tersentak kaget dibuatnya. Begitulah, ternyata tak hanya saya yang terenyuh.
Kalau aku pikirkan diriku sendiri, yang memikirkan bapak dan mamak siapa?
Menangislah saya, atas pertanyaan yang akhirnya dilontarkan Sarma. Suara Sarma yang parau, ditambah pengungkapan beban batinnya yang selama ini ia pendam, menohok saya. Siapa di muka bumi ini yang tak terharu ketika melihat sesuatu yang relate dengan kehidupan yang dijalani?
Sekian tahun Sarma memendam derita lantaran harus mengubur mimpi demi menjadi anak perempuan batak yang patuh kepada adat— dan kedua orang tuanya. Tak ada yang tahu bahwa ia belum sepenuhnya merelakan sekolah impiannya alih alih harus meniti karir sebagai Pegawai Negeri Sipil yang lebih “menjanjikan”. Ia bahkan terpaksa putus dengan kekasihnya yang bukan PNS— tentu untuk menghindari cacian dari kedua orang tuanya.
Setiap harinya Sarma terlihat baik-baik saja dengan menetap di rumah untuk menemani kedua orang tuanya, sementara semua saudara lelakinya memutuskan memperjuangkan mimpi di tanah rantau.
Akhir yang ditutup dengan Character Development Epik!
Secara ringkas, Ngeri-Ngeri Sedap menghadirkan kombinasi apik antara komedi dan drama keluarga sehari-hari yang dibalut dengan sinematografi, sangat memanjakan siapa saja yang menontonnya. Karakter tiap tokoh yang dimainkan secara memukau oleh para aktornya yang menjiwai perannya. Pengembangan karakter Pak Domu dan Mak Domu yang ditampilkan pada akhir film tidak terkesan buru-buru, segalanya disusun dengan ritme kalem.
Boleh dikata, film ini mendapat tempat tersendiri di hati pemirsa yang merupakan anak rantau—termasuk saya sendiri, membuat tergerak untuk pulang ke kampung halaman selagi mampu. Terlebih para perantau yang asli Batak, saya kira juga akan terhanyut akan suasana yang tercipta di film garapan Bene Dion ini. Meskipun ending film ini cukup mudah ditebak, saya rasa keseluruhan kisahnya tidak akan membuat pemirsa menyesal telah meluangkan waktu untuk menonton.
Pengulas: Elshinta A
Penyunting: Airlangga W