Merajut Mimpi Masa Depan Dari SPBU Mini

Oleh : Teguh Iman Perdana

Hari itu matahari sedang terik-teriknya, terlihat seorang gadis muda berumur 20 tahunan duduk termenung di pinggir SPBU mini menunggu pembeli, mungkin setiap harinya rutinitas seperti itu telah menjadi suatu kegiatan rutinya, sembari menunggu pembeli, terkadang handphone menjadi pelipur lara ketika bosen menerpa, bagaimana tidak, makin bertambahnya jumlah pom mini khususnya di Kota Banjar, Jawa Barat membuat SPBU mini nya menjadi sepi. Hal tersebut mungkin tidak akan berdampak pada gaji yang akan diterimanya, karena notabenya dia adalah karyawan dari seseorang, tapi jika keadaan seperti itu terus terjadi tidak menutup kemungkinan nantinya SPBU tersebut juga bisa berhenti beroperasi karena sepinya pembeli.
Jumlah SPBU mini yang tersebar di kota Banjar kurang lebihnya ada sekitar 50 yang beroprasi, dan di daerah Langensari khususnya, POM mini tersebar mulai dari Langen sampai Bojongkantong sehingga dalam radius beberapa kilometer kita bisa dapat dengan mudah menjumpai SPBU mini ini.

Tentu jika kita melirik kebelakang, cara menjual dengan cara ini masih terbilang masih sangat baru, karena sebelumnya orang-orang biasa menjual bensin dengan cara menjajakan dipinggir jalan dengan botol dengan takaran 0,5 atau 1 liter. Selain menggunakan botol, alat lain yang digunakan adalah corong, yang berfungsi sebagai alat untuk memasukan bensin dari botol ke tangki motor ataupun mobil. Dengan keadaan tersebut tentulah tidak mengherankan jika pekerjaan ini dipandang sebelah mata karena dipandang kurang menarik dan juga hanya digunakan sebagai kerjaan sambilan. Namun keadaan tersebut sekarang berubah, sejak munculnya POM mini, usaha yang tadinya dipandang seelah mata, kini menjadi suatu trend dikalangan masyarakat yang ingin mempunyai usaha mandiri.
Tentu dengan adanya usaha baru ini membuat lapangan kerja sendiri, yaitu sebagai penjaga dan pelayan SPBU mini ini, dan salahsatunya adalah Ade Aminah, dia bekerja sudah beberapa bulan di SPBU mini di daerah Lagensari,”ya kerja sih mulai 14 November 2017, ya ada lah 7 bulan” dia juga menuturkan bahwa omzet untuk satu harinya tidak menentu,”terkadang 1/1,5 juta tapi kalau lagi rame ya bisa sampai 2 juta”

Jam kerja yang flexibel, membuatnya tertarik menekuni pekerjaan ini, setelah sebelumnya bekerja di pabrik,”iya saya juga sebelumnya kerja di pabrik, terakhir itu di pabrik bulu mata”, namun gajih perbulan yang kurang besar jika bekerja di pabrik membuatnya tidak betahan, dia menyebut bahwa jika bekerja di bulu mata perbulan dia hanya mendapat Rp. 650.000,00 karena saat itu masih training, dibandingkan dengan bekerja di pabrik, gajih yang didapat dia sebagai pelayan di SPBU mini jauh lebih besar, dia bisa mendapat Rp. 700.000,00 pada bulan pertama bekerja dan ditambah dengan uang makan Rp. 5.000,00, namun untuk saat ini dia bisa meraup gaji bersih sampai Rp. 1.100.000,00.
Disela-sela perbincangan mengenai besaran rupiah yang didapat perbulan, tidak sengaja kusinggung bagaimana rasanya pertama kali melayani pembeli, dia menuturkan bahwa pada saat pertama kali melayani pembeli dia merasa canggung ”ya canggung mas, dulu kan engga kerja melayani orang seperti ini, tapi kerja mengejar target, jadi waktu pertama ya merasa grogi, tapi sekarang sih sudah terbiasa”, pungkasnya.

Secara hitungan ekonomi, usaha POM mini kurang menguntungkan

Setelah berbicara panjang lebar dengan Ade Aminah, kuteruskan perbincangan lain kepada pemilik lahan, Namanya Kristyanto, berumur sekitar 35 tahun, dan dia juga merupakan adik kandung dari ayahku, sembari duduk santai sambil memperhatikan anaknya yang masih kecil bermain, dia bertutur dari pengalamanya sebagai seorang wirausahawan, bahwasanya usaha ini jika menggunakan uang hasil pinjaman dari bank atau kreditur akan sangat memberatkan, ada baiknya jika usaha seperti ini murni menggunakan modal sendiri,”kalau usaha SPBU seperti ini baiknya menggunakan uang modal sendiri, karena kan uang buat modal harus terus berputar”.

Untuk modal awal dalam mendirikan sebuah SPBU mini ini sang pengusaha harus memiliki modal kisaran Rp. 50.000.000,00, itu sudah termasuk mesin, lahan, dan juga bangunan sebagai pelindung dari panas dan hujan. Sehingga jika dikalkulasikan dengan keuntungan seharinya, dengan penjualan pertralite jika di SPBU besar adalah Rp. 7.500,00 maka di SPBU mini bisa menjual dengan harga eceran tertinggi sebesar Rp.8.500,00, sehingga jika sehari bisa menjual sebanyak 100 liter keuntungan sehari bisa didapat Rp. 100.000,00 dan jika satu bulan bisa mencapai Rp.3.000.000,00, tentu itu belum jumlah hasil bersih dari keuntungan sebenarnya.

Namun dibalik semua resiko tersebut, adanya SPBU mini berdampak sangat besar bagi perekonomian Kota Banjar, dengan adanya SPBU mini setidaknya dapat mengurangi sedikit pengangguran yang ada di kota kecil yang langsung berbatasan dengan Jawa Tengah ini.
Selain itu, dengan adanya SPBU mini, gairah untuk memiliki usaha sendiri menjadi meningkat dengan pesat, “bersyukur saja, dengan adanya usaha ini kan setidaknya, anak muda yang males-malesan dapat terserap tenaganya, toh jaga SPBU mini kan tinggal duduk, ngisi, terima uang, selesai, apalagi sekarang kan zaman makin canggih, sembari leha-leha menunggu pembeli kan bisa juga sambil bermain facebook .” Tandas Krystyanto dan diakhiri dengan gelak tawa kami bersama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *