Pelaksanaan ospek dijalankan berdasarkan aturan yang tercantum pada Undang-Undang Ospek. Aturan tersebut dibuat oleh kalangan mahasiswa sendiri lewat Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Tujannya sebagai landasan dasar rancangan kegiatan ospek. Misal kelengkapan ospek, konsep acara serta waktu dan tempat. Sehingga diharapkan jalannya ospek berjalan sesuai dengan semangat yang diusung semua elemen dikampus UNY.
Dalam implementasinya di lapangan pun, jalannya ospek tak lepas dari beberapa syarat. Dimana salah satunya adalah undang-undang ospek. Aturan yang menjadi dasar dan patokan dalam penyelenggaraan ospek. Ospek tidak akan bisa terlaksana tanpa adanya pedoman yang jelas yang disepakati oleh pihak yang berwenang.
“Jadi ada temen dari DPM dan dipilih juga penanggungjawabnya yang bertugas untuk membuat undang-undang tersebut tapi masih dalam bentuk draf, karena setelah itu diberikan ke pihak BEM. Mereka mengoreksi terlebih dahulu kemudian diadakan sidang peninjauan kembali yang hanya diadakan satu kali yang dihadiri juga oleh temen-temen hima”, ujar Qodria Nugrah Maharliarga selaku ketua DPMF FT UNY.
Setelah undang-undang tersebut selesai dibuat, kemudian disahkan dengan persetujuan Wakil Dekan (WD) III. Meski saat akan di wawancara, Budi Tri Siswanto selaku WD III, menyatakan belum memiliki salinan UU ospek 2013, dan hanya memiliki salinan tahun lalu. Beliau mengatakan substansi dari peraturan tersebut penting sebagai landasan hukum pasti, yang memuat semua kegiatan mulai dari persiapan, pelaksanaan, monitoring yang dikoordinasikan di jajaran tiga baik universitas maupun fakultas.
“UU Ospek merupakan landasan hukum bagi pelaksanaan Ospek. Karena Keluarga Mahasiswa UNY merupakan organisasi yang diakui sebagai penyalur aspirasi mahasiswa maka perlu membentuk UU sebagai landasan hukumnya. Oleh DPM dibuat UU dan BEM sebagai pelaksana eksekutifnya. Tidak lain untuk menghadapi dinamika perguruan tinggi yang berdimensi ilmiah, aktif, kritis, dan akademis,” ujar Budi Tri Siswanto.
Meski pada kenyataannya, terdapat hal yang perlu dikoreksi, terutamanya bab perumusan UU dan partisipasi Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF). Rasionalitasnya bahwa UKMF merupakan bagian terintegrasi pelaksanaan ospek sehingga terdapat aturan dan batasaan partisipasinya selaku organisasi mahasiswa (ormawa). Menjadi penting karena UKMF juga merupakan salah satu wahana dan instrumen pengkaderan aktivis mahasiswa.
Menjawab hal itu Qodria Nugrah Maharliarga mengaku bahwa UKMF hanya sebagai pelaksana dan tidak masuk pada ranah konseptor pembuatan UU ospek. “UKM sendiri lebih cenderung terlibat di pelaksanaannya bukan dalam pembuatan. Bukan karena UKM bergerak berdasar minat dan bakat namun karena undang-undang ospek ini sendiri bukan berisi mengenai jalannya acara ospek, tapi berisi perangkat-perangkat untuk ospek. Dari Hima sendiri, mereka juga tidak terlibat dalam pembuatan UU ospek ini. Dalam sidang peninjauan kembali, Hima hanya memberi masukan saja dan menyerap isi untuk dijadikan patokan di ospek jurusan,” ungkapnya.
Tetapi saat dicek di UU ospek pun, perihal pelaksanaan terkait konteks UKMF pun tidak termuat satu pasal pun. Tentu hal ini dikhawatirkan terjadi friksi saat pelaksanaan, misal kapita selekta, stanisasi, dan display UKMF yang tidak memiliki landasan dasar, sehingga solusi dari advokasi pun bakal mandek karena tidak ada dasar hukumnya.
Pihak birokrasi sendiri mengharapkan semua aspirasi dapat terakomodir, terutama teknis kegiatan. Mengingat gelaran ospek juga menjadi jalur kaderisasi potensial bagi banyak ormawa, baik itu BEM, Hima, dan UKMF. Terlebih esensi ospek adalah mengenalkan, sehingga jangan sampai mahasiswa baru (maba) setelah ospek malah tidak tahu kegiatan kemahasiswaan. Padahal kemahasiswaan di FT UNY sendiri geliatnya cukup memuaskan.
“DPM kan DPR–nya mahasiswa, jika aspirasi dalam membuat UU Ospek belum semua ormawa dilibatkan ya tentu terkait masalah teknis. DPM kan hasil pilihan dari pemilwa. Fungsi anggota DPM mestinya menyerap semua aspirasi mahasiswa. Secara struktural, jika ormawa tidak terlibat dalam penyusunan itu, ya secara fungsional anggota DPM harus menjemput aspirasi. Itu secara teoretis. Secara praktis, kan para aktivis bisa diskusi, menyampaikan usulan, gagasan, tukar informasi,” ungkap Tri Budi Siswanto menanggapi.
Sementara itu, Arya Setyawan selaku ketua Hima Pendidikan Teknik Sipil dan Perencananaan sekaligus Advokasi ospek 2013, menyatakan bahwa UU ospek sudah on the track dan wajar, meski tentu masih ada kekurangan di beberapa bagian. Terkait UKMF pun wajar belum dimasukan dalam draft karena UU itu bersifat global, bahkan jurusan pun tidak tertera. “Inti dan isi dan ospek, setahu saya bila melihat UU itu terkait job desk-nya. Agar bisa sama-sama jalan antar komponen ospeknya. UKMF sama Hima juga masih bagian dari fakultas jadi tidak dibahas perbagian tapi utuh,” ujar Arya Setyawan.
Lebih lanjut, WD III menyarankan untuk membuat peratuan teknis pelaksanaan, sehingga semua dapat berperan, untuk UU sendiri dianggap telah cukup dan komunikasi pun diminta sejalan. Beliau pun berharap ospek menjadi ajang saling asah, asih, asuh antar mahasiswa, antar ormawa dan konstituennya. Lalu, jangan ada kepentingan lain selain kepentingan bersama sebagaimana visi misi UNY. Semua pihak pun harus belajar memperbaiki yang kurang, dan sudah selayaknya bila ada yang kurang untuk dikritisi untuk perbaikan dimasa mendatang.
Oleh : Rahma Darma, Angga Rini,