Maba 2015, Proyek Guru Bangsa

        Seleksi penerimaan mahasiswa baru UNY kini telah berakhir. Rangkaian agenda wajib dijalani oleh mahasiswa baru (maba) dari registrasi ulang hingga titik puncak yaitu Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek). Kali ini diambil tema “Teknika Muda Wujud Guru Bangsa”. Muatan yang diharapkan bagi maba teknik dari guru bangsa yaitu ketaqwaan, kemandirian, kecendikiaan, pergerakan nasional, kepahlawanan, dan kearifan lokal.

        Devi Ika Faridatul Hidayah selaku koordinator sie acara mengatakan, ospek sekarang memiliki grand design (konsep) yang berbeda dengan tahun lalu di bagian kepemanduan. Metode Role Play dipakai untuk mewujudkan sikap teladan guru bangsa, yang nantinya disampaikan oleh pemandu. Pilihan jatuh kepada pemandu karena mereka ibarat orang tua, dimana pemandu menjadi orang pertama yang hadir diantara maba saat mereka pertama kali ada di kampus.

        Sementara itu, Probo Wiratsongko selaku koordinator pemandu, menjelaskan pemandu harus sadar akan posisi dan kapasitasnya yang begitu penting. “Kita menyuruh maba, tapi kita malah tidak melakukan sendiri, itu kan hal lucu,” ujarnya.

        Materi guru bangsa juga disampaikan melalui kegiatan seminar public speaking, ceramah yang muda yang berbicara, dan sosialisasi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Khusus PKM tujuannya agar maba mampu menyuarakan ide dan inovasi terhadap perubahan bangsa. “Tahun ini ada kepemanduan yang isinya perkenalan PKM yang dibantu dari matriks, ada materi public speaking dan ceramah yang muda yang berbicara, jadi lebih mengutamakan maba agar berani berbicara,”ujar Devi Ika Faridatul Hidayah.

        Nilai takwa yang menjadi salah satu muatan tema guru bangsa tidak ada dalam materi. Namun, disampaikan langsung melalui pemandu lewat contoh, sikap dan nilai-nilai ketakwaan kepada maba. Seperti kajian kemuslimahan untuk maba putri islam, solat jumat bagi maba putra islam, lalu bekerja sama dengan UKM kerohanian untuk maba non islam. “Nilai taqwa tidak ada di materi tetapi dari pemandu. Selain itu juga ada sharing pendapat dengan pemandu agar maba berani menyatakan pendapatnya,” ujar Nurdiyansyah Prabowo.

        Sedangkan penugasan ospek untuk maba masih memiliki kemiripan dibanding tahun sebelumnya. Dewi Astari selaku koordinator sie pemandu kajian riset menuturkan pembuatan co-card kali ini lebih simpel, lalu barang-barang yang dikumpulkan untuk baksos, dan penanaman pohon. Semua itu dilakukan secara kolektif per kelompok. “Penugasan yang dikerjakan secara kolektif seperti co-card dan yang lain sekarang lebih simpel dan tujuannya agar mereka saling kenal dan aktif ngobroldengan sesama maba,” ujarnya.

        Lebih lanjut Dewi Astari mengungkapkan cocard difungsikan sebagai ciri khas agar FT bisa terkenal saat berada di GOR UNY. “Alasan dari panitia agar di GOR, FT memiliki ciri co-card yang bisa menyala kelap kelip sehingga FT pun dipuji. Oleh karena itu, kita ingin punya ciri khas,” ungkapnya.

        Tanggapan maba juga nampak selaras dengan pernyataan pemandu terkait penugasan. Wayan Yogi Arta dari pendidikan teknik otomotif mengatakan bahwa penugasan ospek kali ini dapat mengajarkan keteladanan guru bangsa. Karena dirinya merasa bahwa kepemanduan dapat menjadi instrumen dalam mengenal kampus, cap di Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) untuk mengenal dan belajar beroganisasi. Meski saat diklarifikasi tentang tema guru bangsa, Wayan sendiri masih belum paham.

        Sementara itu, Agung Prasetyo maba teknik mesin menjelaskan bahwa penugasan ospek sekirannya dipikirkan matang-matang dari pihak panitia. Menurutnya kemampuan ekonomi maba berbeda-beda, dimana Agung melihat ada maba yang kondisi ekonominya kurang dan keberatan dalam penugasan ospek fakultas maupun jurusan.

        Budi Tri Siswanto selaku Wakil Dekan 3 FT UNY menjelaskan bahwa penugasan ospek sekarang masih terkesan ada perploncoan meski samar-samar. Pasalnya, efektifitas penggunaan cocard masih sulit diukur, serta memaksa maba lembur di kampus, juga kurang mencerminkan guru bangsa.

        Selain itu, pihak birokrasi pun masih belum menemukan rumusan yang tepat untuk mengukur keberhasilan ospek karena materi yang diajarkan bersifat tak berwujud, namun materi itu sebenarnya dibutuhkan. “Buat atribut-atribut itu apa yang mau diajarkan, nggak ada. Selalu dikumpulkan sebelum harinya, selalu minta waktu lebih buat mahasiswa esensi-nya itu mau apa mau didik apa mlonco,” ujar Budi Tri Siswanto.

        Hal yang dikhawatirkan pihak birokrasi salah satunya masalah panitia yang dianggap masih kurang mampu membaca kondisi fisik maba. Berkaca dari ospek tahun lalu yang menelan korban pingsan hingga kurang lebih 150 mahasiswa, “Harapannya untuk ospek ini, semoga tidak terjadi apa-apa sampai akhir dan tercapai esensi guru bangsa yang ingin diajarkan kepada maba,” ujar Budi Tri Siswanto. [Edwin, Ida, Widi, Fitri, Liana]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *