Posisi Tawar Maba Lemah

Oleh Widi Hermawan

 

      Satu tahun tepat saya telah menjadi mahasiswa teknik UNY, dan tidak terasa sudah datang adik-adik saya yang kini menggantikan posisi saya sebagai mahasiswa baru (maba). Seperti biasa, untuk menyambut kehadiran maba selalu diadakan ospek.

      Demi kelancaran ospek, dibentuk tim advokasi yang menurut peraturan fakultas (perfak) ospek, tim advokasi memiliki fungsi memantau dan membela setiap perkara saat kegiatan ospek. Intinya advokasi harus mampu memberi perlindungan hukum kepada maba, pasalnya maba memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah.

      Sayangnya pada tahun saya ospek (2014), fungsi dan peran tim advokasi saya nilai tidak optimal, entah karena sosialisasi yang kurang atau masalah lain sehingga menyamarkan peran tim advokasi di dalam ospek. Banyak aduan dari maba yang tidak jelas ujung perkaranya, atau bisa dibilang aduan tersebut hanya ditampung saja oleh tim advokasi.

      Jika melihat perfak, seharusnya tim advokasi selalu memantau jalannya ospek, tidak hanya menunggu aduan. Apabila ternyata terjadi pelanggaran maka tim advokasi wajib menjadi penengah. Kemudian, jika diantara kedua pihak berselisih dan tidak dapat didamaikan melalui mediasi, maka tim advokasi wajib memberikan pembelaan terhadap korban di depan mahkamah. Independensi tim advokasi sangat dibutuhkan, jadi tidak diperkenankan ada intervensi.

      Bercermin dari ospek tahun lalu, permasalahan yang paling banyak terjadi ada tiga, yaitu keuangan, kesehatan, serta gangguan psikologis yang dialami maba. Tidak heran, pasalnya maba belum terbiasa menghadapi keadaan dan kondisi ospek. Selain itu latar belakang maba juga berbeda-beda, baik ekonomi, agama, sosial budaya, sampai riwayat penyakit.

      Solusi dari masalah keuangan, misalnya dapat dengan mengintegrasikan biaya pembuatan penugasan ospek melalui Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sehingga tidak akan terjadi maba yang mengalami kesulitan keuangan untuk memenuhi penugasan ospek.

      Sementara itu, untuk masalah kesehatan, panitia dapat menyediakan tenaga kesehatan profesional seperti dokter yang dilengkapi dengan ambulans. Panitia juga bisa menjalin kerja sama dengan unit Korps Suka Rela (KSR) PMI UNY yang memang bergerak dalam bidang kesehatan.

      Untuk menanggulangi gangguan psikologis yang dialami peserta, panitia hendaknya mengurangi tindakan kekerasan, sikap feodal dan arogan terhadap maba. Berbagai bentuk perpeloncoan yang tidak terlalu diperlukan sebaiknya ditiadakan saja.

      Kendala yang biasa terjadi maba cenderung takut dan menurut saja peraturan yang sebenarnya merugikan. Dari pengalaman-pengalaman ospek sebelumnya kebanyakan mahasiswa tidak berani berbicara perihal keluhan mereka.

        Terakhir saya harap tim advokasi lebih kreatif, cerdas, dan mampu berimprovisasi dalam mencari solusi atas masalah yang terjadi sepanjang kegiatan. Dengan seperti itu, tentunya tim advokasi dapat menjalankan perannya dengan baik, maba juga akan merasa terfasilitasi untuk mendapatkan perlindungan hukum. Maba tidak akan merasa dihakimi oleh panitia dan aturan ospek, pasalnya jika maba merasa keberatan dengan suatu aturan mereka dapat menyuarakan keberatannya. Lalu, tidak terjadi lagi menumpuknya pengaduan tanpa tindak lanjut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *