Pagelaran Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) di UNY telah dimulai. Euforia mahasiswa baru (maba) teknik menyambut ospek tercermin di Gedung Olahraga (GOR) UNY saat beradu kompak yel-yel dan atribut. Semangat maba teknik bagai bara di dada saat menunjukan eksistensi ke maba fakultas lain. Saking semangatnya maba teknik berjatuhan karena kelelahan dan sakit. Mereka telah melupakan kesehatan dan kebugaran fisik untuk menghadapi ospek hari berikutnya.
Arum Minanti selaku koordinator FT dari Korps Sukarela (KSR) unit UNY mengatakan bahwa persiapan tenaga medis bagi maba teknik sudah cukup. Pasalnya, di teknik sendiri telah meminta Badan Pelatihan (BP) KSR untuk melatih panitia P3K agar memiliki kecakapan dalam memberi pertolongan pertama. “Persiapan tenaga medis profesional kita menyediakan 8 hingga 9 dokter dari RS (Rumah Sakit-red) Sardjito untuk seluruh fakultas dan perlengkapan kotak P3K lengkap untuk FT berjumlah 2 buah,” ujarnya.
Koordinator pertolongan pertama untuk maba teknik, Arif Luthfi Fuadi menjelaskan, dokter yang disediakan KSR dibagi tiap fakultas masing-masing satu dokter. Letak basecamp bagi maba teknik yang sakit di lantai 2 dan dekat pintu keluar. Sehingga dokter dan panitia P3K FT bisa langsung menangani maba dengan cepat dan akurat.
Ospek di GOR UNY, memang benar-benar membangkitkan semangat maba dalam berekspresi. Mereka datang pagi dan kadang berlari-lari menuju GOR. Panitia tidak luput dari euforia itu, turut memompa semangat maba agar tidak kalah dengan fakultas lain. “Kayaknya pagi hanya sarapan roti, pagi itu rasanya sudah nggreges tetapi tetep disuruh lari panitia, pundak saya sakit satu setengah bulan ini habis operasi,” ujar Harry Duta selaku maba D3 teknik Elektronika.
Kemudian, saat maba telah masuk GOR, banyak yang mengalami sakit seperti pusing, vertigo, dan asam lambung. Kemungkinan akibat suasana yang pengap, dan berlarian saat menuju GOR. “Keluhan mabanya pada sakit kepala, vertigo, pusing dan asam lambung. Mungkin diakibatkan karena di dalam GOR pengap dan berlarian saat menuju GOR,” ujar Intan Nur Fatimah selaku pemandu kajian riset.
Tidak hanya maba, panitia juga tampak pusing, sakit kepala, dan lelah akibat euforia kegiatan ospek. Tim investigasi LPMT Fenomena saat jalannya ospek melihat banyak panitia bertebaran di lantai sambil tidur dan ada juga yang sedang dipijit kepalanya. Saat dimintai keterangan, panita tersebut enggan memberikan keterangan.
Devi Ika Faridatul Hidayah selaku koordiantor sie acara menjelaskan maba teknik banyak yang tumbang karena terlalu memaksakan diri. Lalu, efek dari PK yang terlalu tegas juga membuat maba yang sakit takut dan tidak mau ikut untuk transit agar diantar mobil pertolongan pertama.
Jumlah kru P3K untuk menyambut ospek rasionya masih kurang. Maba teknik sendiri total sekitar 900 orang dipersiapkan tenaga medis 9 personil dari panitia P3K dan 5 dari KSR. Hal tersebut membuat koordiantor sie acara mengubah fungsi panitia yang sedang tidak bekerja menjadi P3K. “Untuk yang lainnya seperti humas, sponsorship dileburkan untuk membantu di P3K, karena memang panitianya cuma 90-an dan P3K hanya 9 orang,” ujarnya.
Budi Tri Siswanto selaku Wakil Dekan 3 FT UNY menerangkan bahwa keadaan klinik UNY tidak siap. Dokter yang diajak kerjasama dinilai kurang tanggap dan hanya menunggu. Pasalnya, ada maba teknik yang saat dibawa ke fakultas tetapi dokter tidak bersiap (stand by) di FT. Sehingga diputuskan langsung merujuk maba ke Rumah Sakit (RS) Panti Rapih agar kondisi tidak semakin buruk.
Devi Ika Faridatul Hidayah menambahkan bahwa panitia mengusahakan manajemen fisik maba baru sebatas di penugasan. Seperti membawa roti dan air mineral, serta vitamin. Sedangkan untuk panitia, dipakai sistem sif untuk memanajemeni fisik panitia di GOR sehingga istirahatnya dapat bergantian.
Cara menjaga kesehatan dan kebugaran badan juga tidak lupa dibagikan pemandu untuk maba teknik. Misalnya Intan Nur Fatimah yang menganjurkan maba paham batas fisik masing-masing agar tidak sakit dan tidak terlalu memakasakan diri. Sementara untuk panitia, Amalia Firdaus menerangkan bahwa sudah ada jaringan komunikasi untuk saling mengingatkan agar tidak lupa makan, minum, dan mengkonsumsi vitamin.
Sementara itu, konsep acara yang sesuai batas fisik maba, sampai saat ini memang belum terpikirkan. Panitia P3K pun belum dapat merumuskan dan memberi rekomendasi, untuk bagaimana menentukan batasan fisik maba sebagai bahan pertimbangan mengkonsep acara. “Itu acara yang mengerjakan, dari P3K belum bisa menentukan batasan-batasan fisik maba. Kita hanya bergerak baru dengan melihat maba yang pucat, lesu, tiduran untuk kami bawa ke basecamp,” ujar Arif Luthfi Fuadi.
Budi Tri Siswanto menilai panitia kurang dalam sense of risk dalam mengkonsep acara. Harapannya panitia tidak hanya fokus kepada penyampaian materi, tetapi juga memikirkan batas fisik maba. Sehingga dapat meminimalisir maba yang sakit.
Selain itu, beliau juga melihat panitia masih kurang cepat dan tanggap menangani maba yang sakit. “Jadi ada maba nggak bisa jalan, nggak bisa naik motor. Seharusnya mekanismenya dibiasakan agar penanganannya tepat. Panitia nggak peka dokternya juga nggak peka. Hingga kami harus mengeluarkan dana sendiri daripada ada yang sakit parah,” ujarnya. [Edwin, Widi, Ida, Liana, Fitri]