Magical Mirror

Di tengah dunia yang ribut, di rumah yang sangat amat sederhana, dan di sebuah ruangan sempit, aku yang berbekal indra terbatas hanya bisa terbaring sendirian memimpikan sebuah impian yang tidak semua orang bisa impikan. “Apa salahku? mengapa aku terlahir seperti ini? mengapa semua ini harus terjadi padaku?” gumamku. Rasanya tidak adil sementara yang lain mampu mengekspresikan dirinya secara bebas, sedang aku hanya bisa terbaring sendirian disini. Kemudian pada suatu hari, disebuah kaca tua tiba-tiba muncul refleksi bayangan seorang laki-laki muda, kira-kira seumuranku dan dengan senyum lembutnya dia memperkenalkan dirinya sebagai Ren si penyihir. Dan pada saat itulah takdirku mulai berubah. Seakan-akan, dunia yang penuh kebohongan ini mulai menampakan warna-warnanya. Keseharianku berubah. Mungkin karena kehadiran Ren, aku tidak kesepian lagi.

“Maukah kau menjadi temanku?” aku memberanikan diri untuk bertanya. “Hahaha, tentu saja, sejak awal bertemu kita sudah menjadi teman,” ia pun mengucapkan sebilah kata, dan dengan lembutnya tangan ren menggenggam tanganku. Hangat, sangat hangat sentuhan dari tangan Ren, sehingga air mataku pun tanpa sadar menetes. “Apakah tidak masalah jika aku menggenggam tanganmu untuk selamanya? Di dunia yang sunyi ini, aku sudah lama menantikan kehangatan dari tangan mu ini,” Ren pun hanya tersenyum. Dengan kekuatan ajaibnya, Ren mengabulkan semua keinginanku. Semua penyakitku dihilangkannya, semua kekuranganku, perang panjang antar dunia pun berakhir, dan keramaian di ruangan pun semakin bertambah. Setiap Ren muncul kabar baik pun seakan-akan mengikutinya dari belakang.

Aku ingat melihat ini semua di mimpiku dulu, tentang aku menjadi seorang putri cantik disebuah kastil tua. Aku dapat mengingatnya dengan samar-samar, dan ini membuatku seakan bernostalgia. Sekarang semua keinginanku sudah menjadi kenyataan. Ini semua berkat Ren si penyihir. Walaupun dengan semua ini, aku masih merasa kehilangan sesuatu, aku tidak tahu apa itu aku hanya merasa melewatkan sesuatu yang sangat besar. Ya, sekarang aku sadar, yang aku butuhkan cukup seseorang yang mau menemaniku dan tidak peduli akan waktu. “Jadi sekarang tolonglah, maukah kau sekali lagi bertemu aku kembali dan mengisi kesepian ku menjadi canda dan tawa lagi? Aku akan terus menunggu mu, meskipun ini akan menghabiskan seluruh sisa hidup ku” gumamku. Lagi, keinginanku pun terkabul. Dengan ajaibnya ia muncul. Aku senang bukan kepalang. Akan tetapi, kali ini Ren membawa kabar buruk. Sekejap aku kebingungan dan hanya ada rasa takut yang menyelimutiku. Seraya tersenyum lembut, ia mengatakan “kekuatanku akan habis, mimpi dari gadis kesepian yang tidak bisa apa-apa kini sudah terkabul, dan kehadiranku sudah sampai batasnya”. “Kumohon jangan pergi,” paksaku. “Semua keajaiban ini akan hilang dan kau akan kembali seperti semula jika aku tidak pergi,” Ren menjelaskan. “Jangan katakan hal seperti itu,” bantahku. “Kumohon jangan menangis, aku tidak ingin kau sedih karena aku,” senyum Ren. Dengan melihat senyum Ren aku hanya bisa “pasrah” ketika dia mengatakan semua hal itu. “Semua senyuman maupun tangisanmu aku tidak akan pernah melupakan semua itu, tidak akan pernah bisa aku melupakannya, jadi kumohon jangan pernah melupakan aku”. Mendengar semua itu, yang bisa kulakukan hanya menangis tanpa bisa membalas satu kata pun. Ren mengelus keningku seraya mengucapkan,“ aku sangat bersyukur telah bertemu denganmu dan menjadi penyihir pertamamu, dan maaf aku tidak bisa menemani mengisi keseharianmu. Aku masih ingin tertawa bersamamu, aku masih ingin berbagi kebahagiaan dan sedihku. Andaikan aku masih punya banyak waktu, aku tidak akan pernah melupakanmu, tidak akan pernah, oleh karena itu tolong jangan menangis…”. “Krek Krek Krek” perlahan cermin tua itupun retak dan terlihat sangat jelas wajah Ren perlahan kini semakin menjauh dari sisi cermin. Aku hanya menangis mendengar semua ungkapan dari Ren. “Selamat tinggal,” satu kata terakhir terucap dari mulut Ren dan kemudian kaca dari cermin tua itupun pecah. Setelah kaca itu pecah, semua kenangan, semua perasaan merasuki ragaku. “Jika saja kau bisa bersama ku disini selamanya meskipun kau tidak memiliki kekuatan, meskipun kau bukan penyihir yang muncul dari kaca, yang aku inginkan hanyalah berada di sisimu selamanya,” sesalku. “Aku akan terus merawat cermin ini, dan terus akan menunggumu tidak peduli berapa lama waktu berlalu, aku akan selalu menunggumu selamanya”. Di malam damai itu aku menghabiskan waktu dengan menangis dan mengenang semuanya. Tanpa bisa berbuat banyak akupun hanya bisa terdiam dan menyesalkan semua hal itu. [Fairuz]

Sumber : Mahou no Kagami – RinLen Twins

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *