Buku adalah jendela dunia. Pepatah lama itu mungkin sudah dianggap kurang relevan dengan kondisi saat ini. Di era canggihnya teknologi, jendela dunia pun kini dapat diakses dengan hanya sekali klik saja. Serasa dimanjakan dengan kemudahan-kemudahan yang ada. Mulai dari mencari informasi, berdagang, bertransaksi hingga mencari teman. Ini sangat bertentangan dengan zaman dulu, yang harus menunggu beberapa hari untuk sekadar menyampaikan kabar melalui kantor pos, pencarian informasi pun harus mengeluarkan tenaga yang lebih karena susahnya untuk mendapatkan informasi, terlebih untuk kebutuhan belajar yang hanya diperuntukkan bagi golongan bangsawan.
Buku yang dijadikan sebagai pedoman siswa atau mahasiswa untuk bahan belajar, kini sudah berubah. Guru maupun dosen tak mewajibkan peserta didik untuk memiliki buku. Bahkan mereka menginginkan peserta didik mencari sendiri lewat internet. Mahasiswa dituntut untuk aktif di luar kelas, mencari apa-apa yang dirasa perlu diketahuinya. Bahkan, tugas, ujian dan materi diberikan dosen melalui e-Learning.
Setiap individu pasti memiliki karakteristik dan pemikiran yang berbeda bukan? Ada yang menganggap tugas memang benar-benar dikerjakan karena kebutuhan untuk dirinya di masa depan. Ada juga yang beranggapan tugas sebagai syarat nilai keluar. Niat inilah yang menunjukkan proses yang berbeda di setiap mahasiswa. Kalau ingin enak ya tinggal browsing, copy paste, ganti sedikit beres. Kalau mau sedikit repot dan tahu, pasti jalan keluarnya berkunjung ke perpustakaan universitas, baca buku, cari jurnal sana sini, dirangkum, diketik dan tugas kelar. Keuntungan yang didapat juga berbeda. Walaupun mungkin hasil nilai yang didapat sama. Namun pastilah proses tak membohongi hasil.
Teknologi tak hanya menyajikan informasi pembelajaran, salah satunya untuk mencari jejaring pertemanan lewat media sosial. Ada facebook, twitter, path, instagram, dan masih banyak lainnya. Dengan perantara dinding atau beranda facebook. Kita dapat berstalking-stalking ria. Mengetahui kegiatan apa saja yang teman kita lakukan, melihat-lihat foto, ataupun hanya sekadar untuk update status. Kadang hal ini dapat menyita waktu hingga lupa daratan. Lupa tugas, lupa makan, lupa kalau jomblo pula. Asyik stalking mantan lah, tahu kalau dia punya pacar baru. Hingga menimbulkan kekecewaan baru dan akhirnya sakit hati sendiri.
Teknologi sedikit banyak telah mengubah gaya hidup manusia. Bayangkan saja, yang dari dulunya selalu bertegur sapa saat berpapasan di jalan, kini tegur sapa beralih di media sosial. Guru dan dosen yang biasanya dihormati dengan jalan membungkuk atau hanya sekadar tersenyum. Mahasiswa sekarang pun tak segan lewat saja saat berpapasan dengan dosen. dengan orang tua selalu cium tangan pamit pergi ke sekolah. Kini untuk ke kampus saja bukan tanya minta salim (cium tangan). Malah tanya uang bulanan kapan mau dikirm. Mungkin tepat kalau Jokowi berkeinginan untuk melakukan revolusi mental. Namun, itu pun kembali lagi kepada pribadi masing-masing orang. Dari tindakan kecil inilah perubahan besar akan terjadi.
Memanfaat teknologi dengan cara dan niat yang baik adalah solusi konkret. Bukankah Tuhan menciptakan kita dengan akal dan pikiran?