Aksi Sumpah Pemuda, Birokrat Enggan Temui Mahasiswa

Jumat (28/10) lebih dari seratus mahasiswa UNY yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UNY Bergerak melakukan aksi untuk memperingati hari sumpah pemuda. Dalam aksi tersebut mahasiswa menuntut pihak birokrasi segera menyelesaikan berbagai permasalahan terkait kebebasan berekspresi atau demokrasi kampus, uang kuliah tunggal (UKT), serta pemilihan rektor (pilrek) yang akan dilaksanakan Desember mendatang.

Sayangnya dalam aksi tersebut Rochmat Wahab, rektor UNY yang sebelumnya sudah dihubungi untuk menemui mahasiswa membatalkan janjinya karena ada acara lain di Jakarta. Menanggapi hal tersebut Zaky Mubarok Izzudin selaku ketua BEM Rema UNY sangat menyayangkan. Sebab menurut Zaky momen tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan pihak birokrasi untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap mahasiswa. “Saya sangat menyayangkan ya, harusnya ini itu bisa jadi nilai plus bagi mereka,” ujarnya.

Menurut Zaky, selama ini pihak birokrat, terutama Rochmat Wahab sangat jarang bertatap muka secara kelembagaan dengan BEM. “Kalau di depan kita, bahkan di depan BEM UNY secara kelembagaan itu tidak pernah menunjukkan (kehadiran-red),” tambahnya.

Mengetahui rektor tidak ada di tempat, mahasiswa mencoba menghubunginya via telepon, namun Rochmat Wahab tetap tidak bersedia memenuhi tuntutan mahasiswa.

Sementara itu, jajaran birokrat lain seperti Sumaryanto, wakil rektor III yang menangani bidang kemahasiswaan juga tidak bersedia untuk menemui mahasiswa. Selain itu, saat diminta untuk menandatangani kontrak politik yang berisi poin-poin tuntutan mahasiswa Ia juga menolak dengan alasan bukan kewenangannya.

“Dia (Sumaryanto-red) tidak berani tanda tangan, alasannya bukan wewenangnya,” ujar Zaky. Walhasil sampai aksi dibubarkan tidak ada jajaran birokrat yang menemui mahasiswa, sehingga tuntutan yang diajukan juga tidak dipenuhi.

Setelah dilaksanakannya aksi ini, Zaky berharap dapat memantik mahasiswa supaya lebih berani untuk menyatakan aspirasinya. Ia juga berharap aksi yang telah dilakukan dapat menjadi ajang pencerdasan mahasiswa. “Ini juga aksi pencerdasan ke banyak mahasiswa, maksudnya nggak perlu takut jadi mahasiswa misal nanti di-DO,” tutupnya. [Widi]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *