Kebijakan Simalakama: Wafat Karena Covid atau Mati Kelaparan

Sejak pertengahan Maret 2020 pemerintah Indonesia telah mengimbau segenap Pegawai Negeri Sipil (PNS) beserta masyarakat Indonesia lainnya untuk menerapkan physical distancing. Salah satu langkah yang dipilih adalah memulai Work From Home (WFH). Bukan hanya instansi pemerintah dan karyawan perusahaan swasta saja, bahkan artis ibu kota pun beramai-ramai mendukung kebijakan ini.

Meski terkadang membosankan, WFH dinilai efektif menekan penyebaran virus pun dibaliknya lagi ternyata mampu meningkatkan keharmonisan rumah tangga. Dan memang benar, keadaan tersebut nyata adanya, namun dengan catatan, kedaan tersebut berlaku bagi mereka yang memiliki financial yang memadai.

Tapi bagaimana dengan orang yang bahkan untuk makan hari ini saja perlu berfikir hingga dua kali? Bagai buah simalakama, mereka yang tak memiliki bekal financial yang cukup harus menghadapi pilihan sulit. Keluar rumah diintai penyakit, berdiam diri sama saja bunuh diri perlahan.

Melihat pelik masa pandemi

Orang-orang baik memang berkeliaran di dunia nyata maupun dunia maya. Ada yang bagi-bagi sedekah, ada pula yang bagi-bagi doa lewat status media sosialnya. Semuanya sah-sah saja, toh keduanya sama-sama baik dan mendatangkan berkah. Tapi apakah itu cukup?

Dilansir dari BBC News Indonesia, Per 9 April 2020 Pemerintah telah merinci bantuan sosial (bansos) yang akan disalurkan selama tiga bulan kedepan dengan rincian anggaran 3,2 triliun untuk wilayah Jabodetabek dan 16,2 triliun untuk luar Jabodetabek. Dana tersebut rencananya akan disalurkan pada penerima bansos maupun Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 600 ribu untuk satu kepala keluarga (KK).

Baca Juga:
Posko Bantuan Logistik Mahasiswa FT UNY

Namun di sisi lain, banyak pihak meyakini bahwa jumlah bantuan yang akan diterima setiap KK tidak akan cukup memenuhi total kebutuhan setiap keluarga setiap harinya. Sayangnya lagi, bantuan ini hanya menyasar penerima PKH dan bansos sembako, belum menyasar keluarga yang rentan dan sangat membutuhkan bantuan sejenis.

Ditambah lagi, sudah jadi rahasia umum bahwa banyak penerima PKH ataupun bansos sering salah sasaran. Hal ini terjadi bukan saja karena kesalahan pemerintah, namun juga masyarakat ikut andil besar dalam hal ini.

Sehingga, nampaknya memang harus ada pengawasan ketat agar suntikan dana yang diberikan pemerintah saat masa pandemi ini tidak salah sasaran lagi. Pun akan jauh lebih baik apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilibatkan.

Lebih lanjut, bantuan dana yang sedikit terlambat menyebabkan WFH tidak berjalan efektif. Mereka yang tidak memiliki penghasilan tetap, nyatanya harus tetap berada di luar rumah. Sebutlah ojek online, pedagang kaki lima, buruh, dan lainnya, mereka harus tetap keluar rumah mencari penghasilan.

Meskipun begitu, rasa-rasanya tidak ada salahnya untuk tetap mengapresiasi langkah pemerintah dalam memberi bantuan. Harapan terbesarnya adalah jumlah dana bisa ditingkatkan agar sektor lain dapat diperhatikan, seperti subsidi sewa rumah atau pengembangan kembali Usaha Kecil Menengah yang terpaksa gulung tikar akibat pandemi ini.

Dan yang terakhir yang harus pemerintah cermati lagi kedepanya adalah perencanaan dan kesiapan dalam menghadapi segala kondisi. Tidak pernah lagi menyepelekan penyakit, karena kita tahu, berurusan dengan penyakit tidak selucu gurauan Mahfud MD atau kelakar santai pejabat lainya.

Penulis: Mawar
Editor: Teguh

0 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *