Problematika Minat Ormawa FT UNY: Dibunuh Kampus Merdeka, Dicabik-cabik Stigma Senioritas

Sumber gambar: Pexels

Organisasi mahasiswa (ormawa) hadir sebagai wadah pengembangan diri para mahasiswa di tengah padatnya kegiatan akademik. Mulai dari bidang kesenian, olahraga, hingga kegiatan sosial dapat dituju sesuai minat masing-masing mahasiswa. Tak bisa dipungkiri, mereka yang tergabung dalam ormawa merupakan bagian dari pionir dalam perubahan, khususnya dinamika di lingkungan kampus.

Dalam lingkup Fakultas Teknik UNY, terdapat sebanyak 15 ormawa yang siap memberi ruang bagi mahasiswa yang ingin mengeksplorasi minat bakat mereka. UKMF Karnaval, UKMF Matriks, KM Al-Mustofa, UKMF Olahraga, UNYTech, LPMT Fenomena, KPALH Carabiner, dan tak ketinggalan Hima dari tiap departemen hadir menyediakan ruang eksplorasi bagi seluruh mahasiswa FT UNY.

Meski begitu, ormawa bukan menjadi satu-satunya tempat pengembangan diri di luar akademik. Seperti yang kita ketahui, saat ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menawarkan berbagai program bertajuk Kampus Merdeka untuk mencari pengalaman di luar kegiatan perkuliahan. Lantas, apakah program-program tersebut menjadi salah satu faktor minimnya minat mahasiswa untuk menjadi bagian dari pengurus ormawa, khususnya lingkup Fakultas Teknik?

Ormawa Dibunuh Kampus Merdeka?

Terkait hal ini, Wartafeno bertanya kepada beberapa mahasiswa FT UNY terkait pilihan mana yang sekiranya lebih menarik bagi mereka. Adelia Puspita Ayu, mahasiswa Pendidikan Tata Boga 2021, memberikan pandangannya seputar isu tersebut.

“Jika disuruh memilih, saya akan memilih mempersiapkan secara matang untuk mengikuti salah satu program Kampus Merdeka (daripada menjadi pengurus ormawa) karena cakupannya lebih luas sehingga akan lebih banyak dalam menambah pengetahuan, mengembangkan skill, memperluas relasi, dan banyak manfaat lainnya,” jelas Adelia menanggapi komparasi daya tarik antara Ormawa dengan Program Kampus Merdeka.

Hal senada juga diungkapkan oleh Gesa Sulistyo Pawesti. Mahasiswa prodi Pendidikan Teknik Busana ini juga turut memberikan opininya yang menyebut bahwa kegiatan magang lebih menarik di mata mayoritas mahasiswa.

“Rata-rata mahasiswa lebih memilih untuk magang yang dapat menghasilkan uang tambahan. Atau malah lebih memilih untuk fokus kuliah saja biar cepat lulus dan segera bekerja,” ujar Gesa.

Survei yang dibuat Wartafeno menemukan bahwa hanya sekitar 15,4% responden saja yang mengaku memiliki waktu lebih untuk bergabung di lebih dari satu ormawa. Sementara itu, sebanyak 84,6% responden lainnya menyebut diri mereka tidak berniat ambil bagian dalam kepengurusan ormawa lantaran memiliki kesibukan lain yang ditekuni seperti bekerja paruh waktu, merintis bisnis, ataupun berkegiatan di komunitas eksternal kampus.

Anggapan Ikut Ormawa Mengganggu Fokus Studi

Di sisi lain, pengakuan dari sejumlah pengurus aktif ormawa juga mengeluhkan minimnya minat mahasiswa bergabung ke ormawa. Hal ini tentu saja dapat memperlambat regenerasi organisasi dari periode satu ke periode selanjutnya.

Bagaimana tidak, UKMF Olahraga harus vakum sementara waktu lantaran kekurangan anggota. Selain itu, pengurus Himanika periode ini didominasi mahasiswa angkatan 2021, sedangkan jumlah pengurus baru hanya sebanyak 12 pendaftar dari angkatan 2022.

Pendaftar, atau juga bisa kita sebut peminat, sejauh data yang didapat Wartafeno, paling banyak kini diduduki oleh Hima Elektro yakni sejumlah 70 mahasiswa, dengan total akhir sebanyak 35 pendaftar baru yang diterima.

Sumber lain yang didapat menyiratkan bahwa jumlah pendaftar anggota UNYTech TV dari tahun 2021 ke tahun 2022 sangat jomplang. Faktanya, sebanyak 135 mahasiswa pada tahun 2021 mendaftar menjadi bagian dari anggota UKM ini, sedangkan pada 2022, hanya sebanyak 39 mahasiswa yang mendaftar.

Di sisi lain, menjadi pengurus ormawa juga dinilai memberatkan karena dianggap dapat mengganggu fokus studi. Mahasiswa lebih mementingkan nilai akademik dan dalam beberapa kasus, ormawa dianggap kurang memadai untuk mengasah softskill secara praktis.

“Ormawa kadang terlalu banyak rapat yang tidak efisien. Terlalu lama mendapatkan hasil diskusi rapat bahkan seringkali bertele-tele dan kurang taktis,” ujar seorang mahasiswa Pendidikan Teknik Busana yang enggan disebutkan namanya.

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi dengan ormawa-ormawa di FT? Apakah ormawa-ormawa ini kurang piawai dalam membangun personal branding yang memikat?

Generalisasi Senioritas Masih Kental

Personal branding yang diusung tiap ormawa tentu juga berpengaruh ke angka peminat. Selain upaya branding yang dilakukan secara eksternal, seperti media sosial dan acara promosi, iklim internal yang tersebar dari mulut ke mulut dari pengurus kepada khalayak (secara sadar maupun tidak) merupakan bagian dari branding yang kerap terlewatkan oleh para pengurus aktif ormawa.

Kesan positif maupun negatif yang dikabarkan pengurus ormawa kepada warga kampus dapat mempengaruhi persepsi dan minat mereka untuk bergabung dengan ormawa itu sendiri. Oleh karena itu, penting bagi ormawa untuk menjaga citra dan reputasi internal mereka, serta berkomunikasi secara efektif agar dapat membangun personal branding yang kuat.

Selama tiga tahun terakhir, kegiatan PKKMB yang dilakukan secara online juga menyulitkan ormawa dalam menggaet peminat. Sebab, unjuk diri masing-masing ormawa yang menjadi bagian dari serangkaian PKKMB hanya dilakukan lewat tatap maya sehingga kurang maksimal.

“Saya sendiri bergabung di ormawa luar FT karena saya cukup mengetahui informasi mengenai ormawa yang saya ikuti ini plus basic-nya juga ada di daerah asal saya,” kata salah satu narasumber saat ditanya alasannya tidak bergabung ke ormawa FT.

Selain itu, sejumlah narasumber Wartafeno juga  sepakat bahwa senioritas di ormawa masih kental. Hal itu menjadi sorotan tersendiri yang mungkin juga menjadi alasan sedikitnya jumlah peminat.

Fenomena tersebut dapat berdampak negatif terhadap animo calon anggota baru ormawa-ormawa di FT. Melahirkan persepsi bahwa ormawa lebih mengutamakan wibawa senioritasnya ketimbang ngemong dan mengakomodasi keperluan anggota baru. Generalisasi ini jelas tidak sehat dan bisa membahayakan ormawa lainnya yang pada faktanya mempraktikkan pendekatan perekrutan yang lebih humanis.

Lingkungan yang inklusif dan merangkul anggota baru dengan lebih hangat tanpa mengangkuhkan senioritas sudah sepatutnya diterapkan tiap ormawa. Dengan demikian, ormawa dapat menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi para calon anggota baru.

Menapaki tahun ajaran baru berikut dengan digelarnya kegiatan PKKMB secara luring, agenda “Open House Ormawa FT UNY” dapat dimanfaatkan sebagai ajang untuk menarik minat mahasiswa baru dalam berorganisasi di lingkup kampus.

Mari kita tunggu bersama, akankah animo mahasiswa baru untuk bergabung sebagai pengurus ormawa FT periode berikutnya meningkat? Akankah tahun ini menjadi momentum titik balik eksistensi ormawa?

Mari kita nanti bersama.

Penulis: Elshinta Adelia Ryzty

Penyunting: Lindu Ariansyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *