Kata Covid-19 saat ini sering sekali terdengar di telinga kita. Virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan ini, pertama kali terdeteksi muncul di Indonesia sekitar awal bulan Maret. Setelah munculnya kasus pertama tersebut, korban yang terjangkit virus baru ini kian bertambah dari hari ke hari. Status Indonesia yang awalnya aman seketika berubah menjadi waspada. Pemerintah juga sudah mulai mengeluarkan kebijakan terkait pencegahan penularan Covid-19.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yaitu, masyarakat diminta untuk selalu menjaga kebersihan tempat tinggal, dan dihimbau untuk selalu mencuci tangan setelah melakukan suatu kegiatan. Selain itu pemerintah menyarankan agar masyarakat mulai mengurangi kegiatan di luar rumah dan menghindari tempat ramai atau yang sering disebut social distancing.
Selain himbauan tersebut, kini pemerintah pun mengeluarkan kebijakan baru dalam bidang pendidikan yaitu pemberhentian aktivitas di sekolah untuk sementara waktu. Hal tersebut diterapkan agar penyebaran virus ini tidak semakin meluas. Atas dasar tersebut pula, kini, banyak lembaga pendidikan yang meliburkan siswanya selama masa aktif penyebaran Covid-19. Namun dibalik itu, ada juga lembaga pendidikan yang mengalihkan pembelajaran menjadi metode dalam jaringan (daring).
Beberapa universitas di Indonesia pun kini telah menerapkan kuliah online sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran virus Covid-19. Tidak hanya kuliah secara daring, banyak universitas juga yang mengadakan Ujian Tengah Semester (UTS) berbasis daring.
Dengan kebijakan tersebut pula, banyak reaksi yang timbul dari kalangan mahasiswa. Sebagian dari mereka menerima adanya kuliah secara daring. Sebagian lagi masih belum menerima dengan diadakanya kuliah secara daring. Mereka yang menolak, rata-rata memiliki jawaban yang sama bahwa dengan kuliah secara daring, tugas yang diberikan menjadi lebih banyak dan juga mereka harus mengeluarkan tambahan biaya internet.
Implementasi kuliah daring tidak sesuai ekspektasi
Dalam kenyataan di lapangan, apa yang diungkapkan ternyata beda dengan yang diterapkan. Istilah kuliah daring ternyata lebih tepat disebut tugas daring. Dosen terkadang hanya memberikan tugas dan menjadikan itu sebagai tolak ukur kehadiran mahasiswanya. Ruang diskusi yang biasanya tercipta dalam kelas, seketika hilang. Semua kegiatan lapangan otomatis tertunda. Belum lagi masih adanya dosen yang belum terlalu paham menggunakan teknologi untuk keberlangsungan pembelajaran.
Beberapa dosen merasa penerapan kuliah daring ini terlalu mendadak. Kurangnya persiapan menjadi kendala tersendiri. Contohnya saja pada media pembelajaran, banyak dosen mengeluhkan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam sistem daring kurang berjalan maksimal. Belum lagi bagi dosen yang mengampu mata kuliah praktek, tentunya harus meluangkan waktu lebih untuk mengganti kuliah praktek sebelumnya.
Berpikir lebih jauh
Lebih dari itu, memang semua kebijakan pasti memiliki sisi positif dan negatif. Semua upaya itu dilakukan agar pemerintah dapat mengendalikan penyebaran virus Covid-19. Oleh karena itu, selama kuliah online berlangsung, kita dapat memanfaatkan waktu senggang kita dengan beristirahat di rumah dan memperkuat imunitas tubuh kita. Meminimalisir kegiatan luar rumah dan keluar rumah jika hanya keadaan mendesak saja.
Jangan jadikan rasa bosan yang terkadang kita rasakan sebagai alasan untuk melakukan aktivitas di luar rumah. Banyak hal yang dapat dilakukan di rumah. Orang tua juga dapat berkontribusi dengan cara memfasiitasi anak agar dapat menjalankan kuliah daring secara lancar tanpa perlu keluar rumah. Sebisa mungkin usulan pemerintah terkait social distancing kita laksanakan sebaik mungkin. Kita harus berpikir lebih jauh saat ingin melakukan kegiatan di luar rumah. Bantu pemerintah memutuskan rantai penyebaran Covid-19 agar semua kegiatan dapat berjalan seperti biasa lagi.
Penulis: Kirana
Editor: Teguh
0 Responses